Masih Lobi, DPR Tunda Pengesahan Perppu Ormas

Pemerintah dan Komisi II DPR menyepakati pengunduran pengesahan Perppu Ormas
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Komisi II DPR menunda penyampaian mini fraksi dan pengambilan keputusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu Ormas). Agenda tersebut ditunda hingga Senin pekan depan.

Saksi Ahli HTI Tak Tahu Organisasinya Dilarang Banyak Negara

Mengawali rapat komisi II, Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali mengatakan seluruh fraksi dan pemerintah telah melakukan lobi dari pukul 10 pagi hingga siang pukul 14.30 WIB. Dalam lobi ada keinginan agar pengambilan keputusan tingkat I bisa diambil musyawarah mufakat.

"Semaksimal mungkin musyawarah itu bisa mencapai kata mufakat begitu juga dengan pemerintah yang Insya Allah akan bermufakat," kata Amali di gedung DPR, Jakarta, Jumat 20 Oktober 2017.

PKS Dorong Revisi UU Ormas

Ia menambahkan dalam lobi juga diutarakan ada usulan fraksi yang ingin agar pengambilan keputusan bisa diselesaikan di komisi II. Sehingga hasilnya tinggal dilaporkan ke sidang paripurna.

"Ada beberapa fraksi yang meminta waktu berkonsultasi dengan pimpinan partai dan anggota fraksinya karena apapun keputusannya akan mengikat. Mengkonsolidasikan kembali di pihak internal di partai dan fraksi. Dari 10 fraksi, tidak ada masalah dengan itu, tapi penundaannya sampai hari Senin tanggal 23 Oktober jam 10," ujar Zainudin.

Tak Masuk Prolegnas, Kegentingan UU Ormas Dipertanyakan

Senin pekan depan, lanjut dia, rencana agenda pembahasan Perppu akan diawali dengan rapat kerja. Lalu siang atau sore bisa dilaksanakan badan musyawarah.

"Sehingga pelaporan ke paripurna tidak akan terganggu. Pemerintah ikut dalam rapat informal itu, kami dari meja pimpinan tetap ingin menanyakan kepada pemerintah terhadap sikap fraksi untuk penundaan raker pada Senin depan," kata Amali.

Menanggapi hal ini, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan pada prinsipnya pemerintah sepakat ada pengunduran jadwal pengambilan keputusan.

"Dengan catatan tidak mengubah agenda hari dan tanggal paripurna. Apalagi inisiatif pimpinan Komisi II lewat kapoksinya diundur untuk konsolidasi atau musyawarah mufakat," kata Tjahjo pada kesempatan yang sama.

Amali pun menanyakan pada peserta rapat soal kesepakatan penundaan tersebut. "Apakah dapat kita setujui raker ini kita mundurkan di raker hari senin jam 10?" kata Amali yang dijawab setuju oleh peserta rapat. Palu pun diketok.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Gerindra, Ahmad Riza Patria mengungkapkan hasil lobi antar fraksi terkait perppu ormas. Fraksi-fraksi masih terbelah antara yang ingin menerima dengan revisi, menolak dengan revisi, dan menolak tanpa revisi.

"Ada yang menerima tapi minta direvisi, sebagian ada yang menolak. Ada juga yang menolak dengan revisi. Sampai saat ini fraksi Partai Gerindra termasuk masih yang menolak termasuk tadi saya cek PAN menolak, PKS menolak," kata Riza di gedung DPR, Jakarta, Jumat 20 Oktober 2017.

Menurutnya, dalam persetujuan perppu, sebenarnya tak ada istilah menolak dengan revisi atau tanpa revisi. Sebab pilihan dan mekanismenya hanya menerima atau menolak.

Sedangkan waktu yang disediakan untuk lobi ini memang membuka ruang untuk melakukan konsolidasi internal baik di internal dan antar fraksi. Adapun penundaan pengambilan keputusan ini juga menjadi usulan sejumlah fraksi.

"Kenapa ditunda besok? Memberi ruang di internal fraksi dan antar fraksi untuk mengkonsolidasi, karena sampai sekarang belum ada ketemu-ketemu," kata Riza.

Masih Alot

Ia menambahkan ada sejumlah poin yang membuat Gerindra keberatan dengan perppu. Diantaranya soal digesernya peran yudikatif dan sanksinya. Meski begitu, ia mengatakan pemerintah menyadari perppu ini memang perlu direvisi.

Poin yang menjadi keberatan partainya diantaranya soal kekuasaan yudikatif atau pengadilan diambil okeh eksekutif atau pemerintah. Lalu, lamanya hukuman sampai 20 tahun bahkan seumur hidup dinilai sangat berlebihan.

"Kemudian yang enggak kalah hebatnya, perppu ini tidak hanya ketua atau pimpinan ormas, bahkan anggotanya yang pasif saja memungkinkan diberi hukuman, bahkan tidak tanggung-tanggung, pidana," terang politikus Gerindra ini.

Ia juga mengkritisi proses dari peringatan ke pembubaran yang sangat singkat. Selama ini ada 3 tahapan, tapi dipangkas menjadi tinggal satu tahapan. "Bahkan 7 hari setelah peringatan, dibubarkan," kata Riza.

"Pemerintah inginnya diterima dulu baru direvisi. Kami, fraksi Gerindra berbeda, kami inginnya ditolak dulu, begitu ini diterima berlaku, diundang-undangkan. Sekarang saja perppu sudah berlaku apalagi diterima, disahkan di paripurna maka sudah diundang-undangkan. Kita ingin ditolak dulu supaya kembali ke UU lama uu 17/2013. Baru nanti kita sama-sama merevisi," kata Riza.

Menurutnya, dari pengalaman di DPR banyak yang bisa melakukan revisi dengan cepat bahkan dalam dua minggu bisa selesai. Proses penyusunan bahkan pengesahan di paripurna.

"Kalau pemerintah merasa ini genting, ayo kita buktikan sama-sama kita revisi, Gerindra bisa bekerja siang malam meskipun hari libur Jumat, Sabtu, Minggu. Karena ini masalah penting, masalah konstitusi, masalah hukum. Berubah ini negara hukum menjadi negara kekuasaan," kata Riza.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya