Din Syamsudin: Perppu Ormas Terbit Tak Lepas dari Aksi 212

Din Syamsudin (kiri).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menilai terbitnyta Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas terkait dengan beberapa aksi ormas saat melakukan aksi damai. Ia menyebut Perppu karena tak lepas dari aksi bela Islam 212 dan 411.

Din Syamsudin Dukung Anies, PKS: Menambah Semangat dan Optimisme untuk Kemenangan di 2024

"Keluarnya Perppu Ormas ini juga tidak lepas dengan aksi 411 atau pun 212 yang lalu," kata Din di Kampus UMY, Kamis 27 Juli 2017.

Din mengaku sejak awal tak sepakat dengan keluarnya Perppu tersebut karena bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945. Meski diakuinya, dalam aturan memberi kewenangan kepada presiden untuk menerbitkan Perppu saat kondisi genting.

Innalillahi, Mantan Ketum MUI Ali Yafie Meninggal Dunia

"Ini seakan membelokkan arah jarum sejarah menuju otoritarian. Padahal reformasi sudah berjalan menuju demokrasi yang baik," ujarnya.

Lebih jauh, Din mengatakan permasalahan pokok hingga Indonesia seperti saat ini akibat sistem politik yang tak sesuai dengan sila empat Pancasila. Kemudian, sistem ekonomi yang dijalankan tidak lagi sesuai dengan sila lima Pancasila. "Dua sumber permasalahan itu yang membuat kondisi bangsa seperti saat ini," ujarnya.

GAR ITB Diminta Tahan Diri

Sementara, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto mengatakan Perppu Ormas sebagai langkah konstitusional dalam menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD NRI 1945 dan NKRI dari berbagai ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

"Masyarakat pasti memberi dukungan kepada penegakan hukum untuk menindak tegas terhadap ormas atau perorangan yang terbukti dan nyata-nyata melawan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD NRI 1945 dan NKRI," katanya.

Penerbitan Perppu Ormas memang masih menjadi pro dan kontra. Beberapa hari setelah menerbitkan Perppu, pemerintah langsung membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sejumlah pihak bahkan mengajukan gugatan agar Perppu Ormas dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya