Akbar Tandjung: E-KTP Rp2,3 Triliun, Kasus Saya Rp40 Miliar

Akbar Tanjung.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id – Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, bahwa kasus dugaan korupsi yang saat ini menimpa Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto berbeda dengan kasus korupsi dana non budgeter bulog atau Bulog Gate yang pernah menjeratnya pada tahun 2002 silam. 

Kaesang hingga Putri Akbar Tandjung Masuk Bursa Calon Wali Kota Solo Pengganti Gibran

Itu disampaikan Akbar menanggapi pernyataan Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid dalam menyikapi penetapan status tersangka terhadap Setya Novanto oleh lembaga Antirasuah, KPK pada Senin, 17 Juli 2017 lalu. 

"Saya kira kalau kaitannya dengan penghormatan terhadap hukum, sama, tidak ada yang berubah, prinsip praduga tak bersalah. Tapi kalau dilihat dari segi kasusnya, tentu berbeda, sangat berbeda," kata Akbar Tandjung, Minggu, 23 Juli 2017.

Golkar Melesat di Pileg 2024, Akbar Tandjung Sebut Airlangga Sukses jadi Ketum

Lebih jauh ia katakan, dari sisi nominal angka dugaan korupsi yang dilakukan oleh Setya Novanto dan dirinya pun berbeda. Menurut Akbar, jumlah tindak pidana korupsi e-KTP yang dilakukan Setya Novanto menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun.

"Kasus saya Rp40 miliar terkait dengan program mengenai pemberian sembako yang dilakukan oleh yayasan yang mendapat rekomendasi dari pemerintah melalui pejabat menteri ketika itu," ujarnya.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

"Di situlah terjadi penyimpangan. Jadi kan beda sekali, dan di situ secara pribadi saya tidak ada kaitannya soal Rp40 miliar itu karena yang melaksanakan pembagian sembako itu adalah yayasan."

Tak cuma itu, Akbar pun membandingkan konteks situasi politik ketika itu dengan saat ini juga jauh sangat berbeda. Menurut Akbar, saat itu dirinya tidak terbukti bersalah di tingkat Kasasi Mahkamah Agung.

Dan ketika itu, partainya berhasil memenangi pemilihan legislatif 2004, sehingga Partai Golkar berada di nomor urut pertama dalam perolehan kursi di DPR RI.

Sementara saat ini, lanjutnya, tingkat elektabilitas Partai Golkar telah mengalami penurunan di mata masyarakat. Sehingga partainya diharuskan untuk menentukan strategi guna kembali mendapatkan kepercayaan publik pada pemilu legislatif dan pemilu presiden akan datang.

"Kalau kita lihat semakin lama surveinya semakin turun, apa kita biarkan? Saya termasuk yang tidak akan membiarkan, kita harus mengambil langkah-langkah supaya tren menurun itu tidak terus berjalan," ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya