VIVA.co.id - Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra menyesalkan sikap pemerintah dan beberapa fraksi di Pansus RUU Pemilu yang tetap mempertahankan adanya presidential threshold atau ambang batas presiden berapa pun jumlahnya.
Menurut dia, tak perlu ada ambang batas presiden dalam pemilu serentak 2019.
"PBB menganggap tidak relevan membicarakan mengenai presidential threshold pada saat dilaksanakan pemilu serentak," kata Yusril, Kamis 22 Juni 2017.
Yusril mengungkapkan, dia bersama Effendi Gazali dan beberapa rekan lain yang mengajukan pemilu serentak ke Mahkamah Konstitusi beberapa tahun lalu. Saat itu, dia mengusulkan pemilu serentak dilakukan pada 2014, tapi MK mengatakan pemilu serentak tahun 2019.
"Oke, selama lima tahun itu kan pemerintah harus mempersiapkan perangkat perundang-undangannya, tapi sampai sekarang ini belum siap juga," tuturnya.
Yusril mempertanyakan sikap ngotot pemerintah yang mempertahankan presidential threshold 20-25 persen. Menurutnya, bagaimana menghitung ambang batas presiden kalau pemilu diadakan serentak. Itu sesuatu yang tidak mungkin.
"Yang ditakutkan partai besar kalau tidak ada presidential threshold dalam pemilu serentak mendatang suaranya bisa drop. Partai kecil justru bisa naik," katanya.
Dengan pemilu serentak, masyarakat memilih calon presiden dan partai. Bila masyarakat memilih presiden populer, namun tidak diusung partai besar, maka suara partai besar akan menurun. Bila calon presiden populer didukung partai kecil dan menang, maka partai kecil akan naik kelas ke papan atas.
"Apa sih angka 20-25 persen? Kalau dibilang supaya presiden memperoleh dukungan parlemen. Kalau yang dukung 20 persen, tapi 80 persen enggak dukung ngapain juga, enggak ada gunanya juga kan," katanya.
Selain itu, Yusril menyinggung wacana pemerintah yang akan mengembalikan pemilu serentak menggunakan undang-undang yang lama bila Pansus RUU Pemilu buntu dalam pembahasan.
"Kalau kembali ke undang-undang lama, pemilu serentak nanti inkonstitusional, karena melanggar putusan MK," tuturnya.