- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id - Basuki Tjahaja Purnama kalah dalam Pilkada DKI Jakarta lalu. Tak lama setelah itu, pria yang akrab disapa Ahok itu divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas kasus penodaan agama. Putusan majelis hakim itu lantas memicu berbagai aksi di berbagai daerah di Indonesia.
Lingkaran Survei Indonesia pun mencoba melakukan penelitian dengan tema "Menegaskan dan Memperbarui Indonesia". Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia merasa tidak nyaman dengan berlanjutnya pertentangan kelompok pro dan kontra Ahok.
"Mayoritas publik Indonesia, sebanyak 72,5 persen tak nyaman. Polarisasi (pertentangan) itu dinilai sudah melampaui persoalan Pilkada dan potensial melonggarkan kebersamaan sebagai satu bangsa," kata Peneliti LSI, Andrian Sopa, di kantornya, Jakarta, Jumat 19 Mei 2017.
Temuan survei tersebut diperkuat dengan pertanyaan mengenai sejauh mana masyarakat mengikuti berita mengenai kubu pro dan kontra Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta. 75,8 persen masyarakat menyatakan mengikuti kontroversi Pilkada DKI Jakarta. Lalu, 9,9 persen mengaku tidak mengikuti dan 14,3 persen tidak menjawab.
Selanjutnya responden diminta menjawab pertanyaan apakah polarisasi dua kubu yang terjadi mengkhawatirkan atau tidak. 72,5 Persen mengatakan mengkhawatirkan. 8,7 persen menyatakan tidak dan 18,8 persen tidak menjawab.
"Dalam survei selanjutnya, 75 persen masyarakat menginginkan pemerintah dan seluruh elemen masyarakat menegaskan kembali komitmen menjadikan demokrasi Pancasila sebagai perekat," katanya.
Survei ini dilakukan pada tanggal 5-7 Mei 2017 di seluruh Indonesia. Survei menggunakan 1200 responden dengan metode multistage random sampling dan margin of eror 2,9 persen. Selain itu, survei dilakukan dengan cara wawancara, tatap muka dengan responden dan kuesioner.
[Aksi Damai 212 di Monas dan sekitarnya. Mereka menuntut Ahok diproses hukum karena menghina Alquran. Antara Foto/Muhammad Adimaja].