Politisi PKS: Ada 3 Dampak Serius Pembubaran HTI

Ilustrasi unjuk rasa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Car Free Day.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Anggota DPR dari Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, menilai kebijakan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia melalui jalur hukum akan menambah runyam situasi politik nasional, yang sudah hiruk-pikuk ini. Menurutnya, ada tiga hal serius yang harus dipikirkan oleh pemerintah, termasuk presiden, jika benar-benar akan melakukan upaya pembubaran tersebut.

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Pertama, di banyak kalangan masyarakat muslim ada pengetahuan rencana ini merupakan bagian dari instruksi Presiden Jokowi pada jajaran Polhukam. Artinya, lanjut Mahfudz, mereka akan menafsirkan ini adalah maunya mantan Wali Kota Solo tersebut.

"Apalagi pernyataan Presiden Jokowi tepat sehari sebelum pernyataan Menkopolhukam soal rencana pembubaran," kata Mahfudz dalam keterangan tertulisnya, Selasa 9 Mei 2017.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Kedua, ia mengatakan masyarakat luas khususnya di Jakarta paham benar bahwa rencana pembubaran ini terkait juga konteks Pilkada DKI yang baru usai.

"Terlepas dari alasan ideologis yang disampaikan pemerintah, masyarakat tahu persis bahwa aktivis HTI banyak yang mendukung paslon Anies-Sandi. Sehingga persepsi bahwa pembubaran ini sebagai sanksi atas sikap politik HTI di Pilgub DKI akan muncul dengan kuat," kata Mahfudz.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Berangkat dari persepsi ini, ia meyakini akan muncul di kalangan umat Islam, pikiran pada gilirannya ormas Islam lain akan segera dibubarkan juga.

Polarisasi Masyarakat

Ketiga, ia melanjutkan, ekses Pilkada DKI memunculkan polarisasi di masyarakat. Bukan saja di Jakarta, tapi menasional. Polarisasi yang berawal dari pembelahan pilihan dukungan terhadap paslon gubernur-wakil gubernur, lalu didesain sedemikian rupa menjadi pembelahan pilihan ideologis.

"Misalnya antara yang pro Bhinneka Tunggal Ika dengan yang kontra. Antara yang pro NKRI dengan yang kontra. Antara yang pro Pancasila dengan yang kontra. Dan ada proses sedemikian rupa yang mengkondisikan opini bahwa kalangan masyarakat muslim yang mendukung paslon Anies-Sandi lebih dekat (atau dianggap mengarah) kontra Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Pancasila," kata Mahfudz.

Ia menegaskan pemerintah harus cermat dan hati-hati. Rencana pembubaran ormas HTI ini justru akan memicu masalah baru, gejolak baru dan akan menarik jarum sejarah bangsa ini ke masa Orde Baru di saat negara vis a vis dengan umat Islam.

"HTI menurut saya adalah ormas keagamaan yang terdaftar resmi di pemerintah. Aktivisnya dari kalangan pemuda terdidik dan tersebar di banyak kota. Jika ada pemikiran dan cita-cita mereka yang tidak sejalan dengan konstitusi, undang-undang dan konteks ke-Indonesiaan, maka tugas negara pula untuk membina secara positif dan konstruktif," kata dia.

"Jalur pembubaraan melalui mekanisme hukum hanya dilakukan jika benar-benar terbukti mereka secara organisasi melakukan pembangkangan, pengkhianatan dan makar terhadal negara. Dan itupun harus dibuktikan melalui proses peradilan," kata Mahfudz.

Menurutnya, sejauh ini pemerintah belum melakukan pendekatan edukasi dan persuasi yang cukup. Jadi ia ingin mengingatkan kepada pemerintah rencana pembubaran HTI yang dilakukan dalam situasi dan dengan cara seperti ini, tampaknya hanya akan menambah kerunyaman situasi nasional dan menambah suram hubungan pemerintah dengan umat Islam. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya