- VIVA.co.id/ Muhammad Yasir.
VIVA.co.id – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai, alotnya pembahasan rancangan revisi Undang-Undang Pemilu masih wajar. Pembahasan yang alot ini untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia di Pemilu 2019.
Tjahjo mengatakan, pembahasan RUU Pemilu masih dengan kompromi. Namun, ia membantah jika ada barter pasal antara pemerintah dengan Pansus RUU Pemilu.
"Finalisasi pembahasan RUU Pemilu semangat tetap kompromi, musyawarah mufakat. Kalau harus pengambilan keputusan suara terbanyak ada mekanisme akhir di Paripurna DPR. Yang jelas Pemerintah dan Pansus sepakat fokus dan tidak ada istilah barter pasal atau bermain akrobatik politik," kata Tjahjo melalui pesan singkat, Senin, 8 Mei 2017.
Tjahjo mengingatkan dalam pileg dan pilpres, legalitas suara pemilih ada di tangan masyarakat pemilih. Suara masyarakat yang akan menentukan calon legislator serta kepala negara terpilih dalam periode berikutnya.
Menurut dia, pemerintah dan DPR berkomitmen dalam penyelesaian RUU Pemilu. Hasil RUU Pemilu ditegaskan untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang salah satunya memperkuat sistem presidensial.
Terkait masih ada lobi antar fraksi dalam memperjuangkan kepentingan parpol dianggap tak masalah. "Soal ada kepentingan strategis parpol yang diperjuangkan dalam pansus, panja sah dan wajar saja. Karena pileg dan pilpres adalah rezim parpol. Namun dalam pembahasan sepakat mengakomodir aspirasi parpol, masyarakat, akademisi dan seluruh elemen demokrasi," ujarnya.
Pembahasan RUU Pemilu molor yang seharusnya ditargetkan selesai akhir April 2017, namun belum rampung sampai sekarang. Ada beberapa isu krusial mengalami kebuntuan dalam pembahasannya di DPR. Beberapa isu tersebut antara lain presidential threshold, parliamentary threshold, dan sistem pemilu antara terbuka dan tertutup. (mus)