Zulkifli Hasan Masih Singgung soal Politisasi Pilkada DKI

Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan berfoto dengan Anies-Baswedan-Sandiaga Uno.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Ketua MPR Zulkifli Hasan menjadi pembicara dalam kuliah umum bertajuk "Merawat Indonesia yang Majemuk Melalui Penanaman Nilai Konsensus Dasar Kebangsaan di Perguruan Tinggi" di Universitas Negeri Makassar, Minggu, 7 Mei 2017.

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

Di hadapan sejumlah akademisi dan mahasiswa, Zulkifli mengingatkan pentingnya pemahaman konsep Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, kebinekaan Indonesia bukan slogan semata melainkan harus terus diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

"Negara kita ini Bhinneka Tunggal Ika, walaupun berbeda tetap satu. Jadi yang beda, tidak perlu harus sama. Biarkan tetap saja begitu, asalkan kita tetap satu," ujarnya.

SBY Sindir Kejanggalan Pilkada DKI 2017

Zulkifli kemudian menarik pembahasan itu ke ranah politik. Menurutnya, masalah kebinekaan masih sering dipolitisasi dan dikhawatirkan akan bisa memecah belah bangsa.

"Dewasa ini kebinekaan sering dipolitisasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Contoh, dalam pilkada DKI kemarin, yang pilih pak Ahok disebut kelompok radikal, yang pilih Anies disebut anti-Pancasila," kata dia.

Pilpres 2019 Diharapkan Tak Seperti Pilkada DKI, Marak Hoax

Padahal pilihan politik yakni memilih dan dipilih merupakan hak asasi dari setiap warga Indonesia. Apapun alasannya, menurut Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu tetap harus dihormati bahwa pilihan sebagai bentuk kedewasaan dalam berpolitik.

"Perlu kita memperkokoh persatuan, nilai-nilai luhur keindonesiaan kita agar tidak salah paham, agar tidak pilkada itu menjadi ajang pertarungan tapi ajang untuk persatuan. Jadi perlu memasyarakatkan nilai-nilai luhur ke Indonesiaan kita," tuturnya.

Menyoal kelompok radikal, Zulkifli menilai, pemerintah saat ini harus bertindak tegas. Apalagi, Indonesia sebagai negara hukum maka harus menindak segala bentuk ancaman yang kemungkinan dapat terjadi.

"Kalau ada yang melanggar hukum ya ditindak tapi harus jelas, ada pasalnya, kalau tidak ada aturannya (tentang kelompok radikal) ya dibuat aturannya. Kan ada DPR. Kalau ada dianggap kelompok radikal ditindak, ada pengadilan, bisa lewat pengadilan," ujar mantan Menteri Kehutanan itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya