Anggota DPR Bancakan Korupsi E-KTP, MKD Butuh Laporan

Wakil Ketua MKD Sarifudin Suding.
Sumber :
  • Antara/ Reno Esnir

VIVA.co.id – Sejumlah nama anggota DPR diduga ikut menerima fee terkait proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Nama-nama itu tercantum dalam berkas dakwaan dua terdakwa kasus korupsi yang merugikan negara senilai Rp2,3 triliun tersebut yakni Irman dan Sugiharto.

Gerindra dan PDIP Pertanyakan Urgensi Hak Angket E-KTP

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Sarifuddin Sudding mengatakan, bahwa pihaknya tidak bisa serta-merta memproses anggota dewan yang disebut dalam berkas dakwaan tersebut. Sebab, ada mekanisme yang harus ditempuh.

"Ada mekanisme di MKD, sesuai dengan hukum acara harus ada laporan masuk, dilakukan verifikasi. Lalu memenuhi syarat permohonan materiil dalam kaitan pelanggaran etik atau tidak," ujar Sudding saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat 10 Maret 2017.

Hak Angket Dianggap Tak Tepat Ungkap Kasus E-KTP

MKD kata dia, akan terlebih dulu menunggu proses persidangan yang berlangsung. Sembari menilai apakah dalam kasus tersebut ada pelanggaran etika yang dilakukan anggota dewan. "Kita lihat konteksnya dulu, apakah kasus ini sudah masuk dalam ranah hukum, di dalam kasus apakah ada dugaan pelanggaran etik atau tidak," kata dia.

Meski demikian, politisi Partai Hanura itu mengatakan, bahwa sejatinya MKD bisa proaktif memproses dugaan korupsi berjamaah yang dilakukan wakil rakyat itu. Hanya saja jika ada laporan dari masyarakat atau gencarnya pemberitaan persoalan tersebut di media yang menjadi polemik di masyarakat.

Disebut Terlibat Korupsi E-KTP, Al Muzzammil PKS Minta Doa

"Pertama laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran etika yang dilakukan anggota dewan. Kedua kasus pelanggaran etik yang dilakukan anggota dewan diberitakan secara masif," ujarnya menambahkan.

Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan saat ini MKD tidak dapat memproses dugaan keterlibatan anggota dalam korupsi e-KTP. Sebab, kasus dugaan korupsi megaproyek tersebut terjadi pada periode sebelumnya. "Periode lalu kejadiannya. MKD periode sekarang hanya berwenang untuk menindak pelanggaran yang terjadi periode saat ini," ujar Dasco.

Ia juga mengatakan, tidak bisa memberikan sanksi kepada anggota dewan yang diduga terlibat. Pemberian sanksi hanya bisa dilakukan jika anggota DPR telah terbukti melakukan tindak pidana atau ditetapkan sebagai tersangka. "Kami (MKD) tidak punya kewenangan, kecuali yang bersangkutan menjadi tersangka baru bisa ditindaklanjuti," kata politisi Partai Gerindra tersebut.

Diketahui, sidang pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi proyek pengaaan e-KTP digelar Kamis kemarin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dalam dakwaan terungkap nama-nama besar yang diduga ikut menerima aliran uang korupsi sekitar Rp2,3 Triliun.

Total proyek yang disepakati berdasarkan beberapa pertemuan antara Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan pejabat Kementerian Dalam Negeri, dan petinggi sejumlah partai penguasa saat itu yakni Setya Novanto dari Partai Golkar, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin dari Partai Demokrat senilai Rp5,9 triliun.

Dari total Rp5,9 triliun tersebut, 51 persen atau senilai Rp2,6 triliun akan digunakan untuk belanja modal proyek, sementara sisanya 49 persen atau Rp2,5 triliun untuk dibagikan kepada beberapa pejabat di Kemendagri dan puluhan anggota DPR RI periode 2009-2014.

Dari anggota DPR RI diantaranya Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Melcias Marchus Mekeng, Olly Dondokambey, Tamsil Lindrung, Mirwan Amir, Arief Wibowo, Ganjar Pranowo, Teguh Djuwarno, Taufik Effendi, Agun Gunandjar, Chaeruman Harahap, Khatibul Umam, Mustoko Weni, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini, Markus Nari, Yasonna Laoly, Jafar Hapsah, Ade Komarudin, Marzuki Ali. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya