Pengamat LIPI: Partai Pengusung Agus Harus Tentukan Pilihan

Koalisi Cikeas saat menggelar konferensi pers.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh Nadlir

VIVA.co.id - Pilkada DKI Jakarta akan memasuki putaran kedua. Pasangan calon yang bertarung adalah Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

Satu calon lainnya, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni terpaksa tersingkir. Kini, sikap dari empat partai pengusung mereka yakni Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional, diperebutkan.

Kemana arah kecenderungan mereka? Apakah mendukung pasangan nomor urut dua, atau tiga? Hingga kini masih belum terjawab secara resmi.

SBY Sindir Kejanggalan Pilkada DKI 2017

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan bahwa empat parpol pendukung Agus-Sylvi itu bisa bergabung dan mendukung calon yang ada. Karena kalau tidak, publik tentu bertanya soal apa yang akan mereka lakukan di Pilkada DKI tersebut.

"Tak mungkin parpol tak punya opsi dalam Pilkada. Dengan kata lain, tak mungkin empat parpol itu hanya menyaksikan saja," kata Siti kepada VIVA.co.id, Sabtu, 4 Maret 2017.

Pilpres 2019 Diharapkan Tak Seperti Pilkada DKI, Marak Hoax

Siti mengakui masalah yang mungkin muncul adalah adanya masa penjajagan atau lobi-lobi alot. Sebab, tak mudah saling bersepakat.

"Yang tampak adalah lobinya belum usai," ujarnya.

Siti menilai masyarakat Jakarta tentunya berharap lobi-lobi tak menciptakan atau didominasi nuansa politik transaksional yang ujung-ujungnya merugikan dan mengabaikan kepentingan rakyat. Alasannya, tak tertutup kemungkinanan koalisi yang terbangun cenderung untuk kepentingan jangka pendek.

"Kekecewaan parpol-parpol terhadap calonnya yang kalah membuatnya dilematis. Apalagi sikon politik saat ini yang penuh kontradiksi membuat keputusan partai tak mudah," tuturnya.

Siti juga melihat parpol cenderung wait and see sebelum menentukan bergabung dan mendukung calon. Selain itu, mereka menghitung pertimbangan politik, apakah calon yang didukungnya menang atau kalah.

"Parpol juga berhitung dampak-dampak strategis elektabilitasnya nanti dalam Pemilu 2019," ujarnya.

Meskipun demikian, apabila Pilkada DKI putaran pertama dijadikan landasan, maka PPP, PKB, PAN akan mengarahkan dukungannya ke pasangan Anies-Sandi. Alasannya, bila ketiga parpol tersebut mau bergabung dan mendukung petahana, mestinya itu dilakukan sejak awal.

"Tapi buktinya ketiga parpol tersebut justru mengusung calonnya sendiri," kata dia.

Masalahnya sekarang ini, lanjut Siti, apakah ketiga partai tersebut masih konsisten dengan keputusan awalnya. Apakah opsi-opsi baru akan muncul mengingat politik Indonesia sangat cair dan dinamis.

"Apalagi bila ikatan koalisi didasarkan atas kepentingan jangka pendek semata, tak tertutup kemungkinan nuansa politik transaksional akan lebih menonjol," kata dia.

Kemudian, meskipun Partai Demokrat dalam Pemilu 2014 memilih sebagai penyeimbang dan tidak secara terang-terangan mendukung Koalisi Merah Putih pada waktu itu, Siti melihat di tataran praktik, mereka ngeblok ke KMP dan mendapat jatah di jajaran pimpinan DPR dan MPR. Sedangkan dalam konteks Pilkada DKI, Demokrat mengusung calonnya meskipun akhirnya kalah di putaran pertama.

"Karena itu, Demokrat akan dipertanyakan bila tidak mengalihkan dukungannya ke salah satu pasangan calon. Dengan basis pendukung yang sama dengan pasangan Anies-sandi, Demokrat bisa jadi akan mendukung pasangan ini ketimbang ke lainnya," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya