Ini Alasan Jokowi Sebut Demokrasi Indonesia Kebablasan

diskusi soal demokrasi kebablasan
Sumber :
  • Mohammad Yudha Prasetya/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan statement mengenai pola demokrasi Indonesia hari ini, yang dinilainya sudah kebablasan. Hal itu didasarkannya pada sejumlah dinamika politik terkini, yang semakin condong ke arah liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan lain sebagainya.

Jelang Pelantikan Jokowi, Masyarakat Harus Cermat Tangkal Hoax

Pendapat presiden ini pun menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Kepala Krisis Center Media Sosial Kantor Staf Presiden, Alois Wisnuhardana ,bagaimana pihak Istana bisa menyimpulkan mengenai praktik demokrasi hari ini, yang dianggap sudah kebablasan tersebut.

Menurutnya, demokrasi seperti yang dibicarakan presiden itu disebabkan oleh pengaruh dari era digitalisasi berupa perkembangan dunia maya, terhadap kebebasan berpendapat para penggunanya, terutama dalam hal media sosial.

MPR Cibir Jokowi Mengeluh Soal Demokrasi Kebablasan

Dia menyebut, gejolak akibat persinggungan antara politik praktis di dunia nyata dan sebaran isu tidak terkontrol di dunia maya itu, membuat banyak negara di dunia saat ini juga tidak bisa terlepas dari permasalahan serupa.

"Hari ini tidak ada satu negara pun yang bisa keluar dari karut marut akibat dunia internet tersebut. Polanya pun sama. Misalnya di sini kita muncul pedebatan mengenai berapa jumlah peserta demo 212 , di AS (Amerika Serikat) juga sama. Berapa banyak orang yang hadir di acara inaugurasi Trump?" kata Wisnu dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 25 Februari 2017.

Jimly: Demokrasi RI Belum Stabil, Butuh Evaluasi

Dengan fenomena ini, Wisnu mengakui Presiden Jokowi sampai harus memberi arahan langsung kepada jajarannya, untuk melawan dampak negatif akibat kebebasan tidak terkontrol di dunia maya tersebut.

"Maka presiden pun mengarahkan untuk menyebarkan positivisme. Karena jika kita bisa keluar dari jebakan hoax atau hal-hal negatif lainnya di dunia maya itu, maka Indonesia justru bisa jadi role model bagi negara-negara yang praktik demokrasinya dianggap sudah lebih maju, seperti Jerman, Perancis, dan lainnya," kata Wisnu.

Ketika ditanya apakah hal-hal tersebut yang melatarbelakangi pembentukan 'Social Media Crisis Center' di jajaran staf kepresidenan, Wisnu mengatakan pihak kepresidenan memang bertekad melawan dampak-dampak negatif, dari sebaran informasi liar di dunia maya tersebut.

"(Krisis center) ini sebenarnya bersifat ad hoc saja, karena banyak hal yang harus diluruskan. Tapi spiritnya itu dari rapat terbatas antara presiden dan kabinetnya, tentang pembangunan positivisme dan capaian positif pemerintah yang juga harus disampaikan melalui media sosial. Tujuannya untuk melawan hal-hal negatif yang berkembang di masyarakat, akibat penggunaan media sosial itu sendiri," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya