Fadli Zon: Pemerintah Harus Adil Soal Ahok

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Reza Fajri.

VIVA.co.id - Belasan ribu pendemo 212 di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat meninggalkan lokasi aksi setelah adanya dialog antara perwakilan utusan massa aksi dengan Komisi III DPR. Wakil Ketua DPR Fadli Zon senang aksi berjalan dengan damai.

Pemerintah Bakal Tambah Saham di Freeport Indonesia Jadi 61 Persen, Begini Penjelasan Tony Wenas

"Mudah-mudahan pemerintah bisa mendengar aspirasi ini, memenuhi apa yang menjadi aspirasi mereka, sehingga tersalurkan tuntutan yang telah menuntut berkali-kali," kata Fadli ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.

Setelah aksi demo ini, Fadli mengatakan akan ikut menyampaikan aspirasi para demonstran kepada Presiden Jokowi. Caranya yakni dengan mengirimkan surat. "Akan sampaikan surat ke Presiden mengenai aspirasi tersebut. Hari ini akan surati," ujar Fadli.

Antre Open House Jokowi Sempat Ricuh, Istana Minta Maaf

Menurut Fadli, sejauh ini sikap dari pemerintah terkait Ahok bisa bias politik. Sehingga dikhawatirkan masyarakat menilai ada hukum yang tidak adil terhadap orang tertentu.

"Ini interpretasi bias politik, bisa menimbulkan ketidakadilan hukum. Jelas sudah didakwa dan ada yurisprudensi, harusnya adil dan seadilnya," kata Fadli.

Sekjen PDIP soal Teman Megawati di Open House: Yang Tunjukkan Komitmen Indonesia Bukan Bagi Keluarga

Sebelumnya, Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta usai cuti saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, 12 Februari 2017. Persoalan itulah yang kemudian menjadi kontroversi.

Pemerintah dinilai bersikap tidak adil. Alasannya, Ahok merupakan terdakwa kasus penodaan atau penistaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa pengembalian jabatan Gubernur DKI Jakarta kepada Ahok, setelah masa cuti pilkada usai, didasarkan pada dakwaan Ahok sebagaimana yang register di pengadilan negeri. Ahok dijerat pasal 156 atau 156 (a) KUHP.

"Dakwaan itu masih ada alternatif pasal ini atau alternatif pasal ini. Dua pasal yang ada alternatif ini ancaman lima tahun dan di bawah lima tahun," kata Tjahjo.

Keputusan tersebut mengundang polemik di DPR dan para pemerhati hukum. Tjahjo kemudian berusaha meminta fatwa Mahkamah Agung. Namun, MA menyerahkan masalah itu pada pemerintah.

Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, PKS di DPR menggulirkan usulan Panitia Khusus Hak Angket terkait diaktifkannya kembali Ahok yang berstatus terdakwa. Mereka menduga ada pelanggaran terhadap UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya