PDIP Keluhkan Kebijakan KPU DKI Sebelum Pencoblosan

Jumpa pers DPP PDI Perjuangan terkait Pilkada DKI 2017.
Sumber :
  • Rifki Arsilan

VIVA.co.id – Ketua Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arif Wibowo, menyesalkan kebijakan yang dikeluarkan oleh KPU DKI Jakarta jelang pencoblosan suara, pada 15 Februari 2017. Kebijakan yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu tingkat provinsi itu ditengarai sebagai kebijakan yang tak sejalan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh KPU RI, sehingga membatasi pemilih yang hendak menggunakan hak pilihnya di TPS-TPS.

Datangi DPP PDIP, Pentolan Barisan Celeng Siap Jelaskan Dukung Ganjar

"KPU pusat kan sebelumnya menerbitkan edaran, setiap orang sepanjang memiliki KTP elektronik atau paspor dan lainnya yang ada foto, boleh mencoblos, asal membawa bukti tersebut. Tapi kebijakan dipotong oleh KPU DKI dalam waktu H minus tiga, yang bisa mencoblos hanya yang memiliki KTP elektronik dan Kartu Keluarga," kata Arif Wibowo di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Sabtu 18 Februari 2017.

Hal itu tentu merugikan banyak pihak, di mana ada kadernya di 56 TPS yang merasa kesulitan memperoleh hak pilihnya. Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu menegaskan, kebijakan mendadak yang diterbitkan oleh KPU DKI Jakarta sangat merugikan. Sebab, para pemilih harus bolak-balik untuk membawa Kartu Keluarga yang asli.

Pengakuan Petugas Keamanan PDIP, Minta Harun Masiku Rendam Ponsel

"Celakanya, itu membutuhkan waktu yang lama, dan akhirnya di banyak TPS banyak terjadi kekisruhan karena mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena kehabisan waktu," ujarnya.

Laporkan ke Bawaslu

Petugas Kantor Hasto Kristiyanto Bersaksi di Sidang Suap KPU

Dalam kesempatan yang sama, calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua, Djarot Saiful Hidayat menyatakan, pihaknya akan mengadukan temuan kekisruhan di lapangan yang disebabkan oleh kebijakan KPU DKI Jakarta itu ke Badan Pengawas Pemilu. Ia berharap, Bawaslu dapat segera turun dan melakukan penindakan atas kasus banyaknya warga Jakarta yang kehilangan hak pilihnya karena kebijakan janggal tersebut.

"Kami sampaikan kepada Bawaslu, maupun KPUD untuk melakukan perbaikan ke depan, minimal KPUD dan Dukcapil mendata ulang pemilih tetap di Jakarta, terutama di TPS yang kemarin itu warga datang tak bisa menggunakan hak pilihnya. Kami sudah punya datanya, dan supaya disisir ulang," kata Djarot.

Persoalan hilangnya kesempatan masyarakat dalam memilih karena kebijakan KPU DKI Jakarta itu, lanjut Djarot, adalah kasus yang sangat penting. Bahkan, kebijakan yang dikeluarkan oleh KPU DKI Jakarta itu dapat dikatakan sebagai kebijakan penghilangan hak konstitusional warga Jakarta.

"Itu yang paling penting. Setiap warga Jakarta memiliki hak untuk memilih, dan itu adalah hak konstitusional yang harus dijaga dan dijamin oleh para penyelenggara pemilu," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya