PKS: Jangan Sampai Jokowi Terkesan Berakrobat Soal Ahok

Anggota Majelis SYuro PKS sekaligus Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al-Habsyi.
Sumber :

VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Aboebakar Alhabsy menilai, Presiden Joko Widodo tidak perlu meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait apakah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di non-aktif kan sebagai Gubernur DKI karena menjadi terdakwa.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

"Sebaiknya tidak perlu minta fatwa Mahkamah Agung terkait polemik pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI. Jangan sampai langkah tersebut dilihat rakyat sekadar sebagai akrobat politik saja," jelas Aboebakar dalam keterangannya, Selasa 14 Februari 2017.

Menurutnya, pemerintah perlu menjaga marwah harga dirinya dalam penegakan hukum. Dalam menjalankan negara hukum.

Ahok Sebut Pertamina Bisa Tetap Untung Bila Tak Naikkan Harga BBM 2022

Aboebakar menyebut, ada tiga alasan kenapa Ahok harus dinonaktifkan sebagai Gubernur yang pada Minggu 12 Februari 2017 diaktifkan lagi.

Pertama, menurutnya aturan dalam Pasal 83 UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sudah sangat jelas.

Hasto dan Ahok Sampaikan Pesan Megawati untuk Politisi Muda

"Tidak ada yang perlu ditafsirkan lain. Oleh karenanya, tidak ada yang perlu difatwakan. Di sana dijelaskan bahwa penonaktifan Kepala Daerah adalah sejak diregisternya perkara di pengadilan, bukan sejak dibacakannya tuntutan," jelasnya.

Kedua, lanjut politisi asal Kalimantan Selatan ini, dalam penjelasan UU tersebut ditulis sudah jelas.

Oleh sebab itu, lanjut Aboebakar, altidak perlu memaksakan diri untuk memberikan tafsir lain. Atau meminta penjelasan lain kepada MA, karena dalam UU sendiri dikatakan aturan tersebut sudah jelas.

"Ketiga, selama ini norma tersebut telah dijalankan dengan baik, setidaknya ada lima Kepala Daerah yang dinonaktifkan saat menjadi terdakwa," jelas anggota komisi hukum DPR itu.

Aboebakar mencontohkan, Wakil Wali Kota Probolinggo HM Suhadak, atau Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi.

Ia kemudian juga menyebut Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Bupati Bogor Rachmat Yasin, dan juga Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten saat itu.

"Selama ini semua bisa berjalan dengan baik, tanpa gugatan dan memberikan kepastian hukum. Oleh karenanya, jika saat ini pemerintah mengambil langkah lain akan menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan Presiden Joko Widodo sudah meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait perbedaan pandangan mengenai pengaktifan kembali Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alas Ahok, sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Ini kan banyak tafsir. Bahkan Pak Presiden sendiri betul-betul memahami, menyadari banyak tafsir itu. Bahkan Beliau meminta Mendagri untuk minta pandangan resmi dari MA," kata Haedar bersama pimpinan Muhammadiyah dan Aisiyah usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.

Lanjut Haedar, pandangan resmi MA ini akan dianggap menjadi pandangan resmi, sehingga ada jalan keluar dari dua persepsi soal aktif atau tidak perlu aktifnya Gubernur Ahok.

"Jadi saya pikir itu merupakan langkah yang cukup elegan. Jadi di tengah banyak tafsir tentang aktif, non-aktif ini, maka jalan terbaik adalah meminta fatwa MA," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya