PKB Ingin Angket Cakup Tiga Masalah Sekaligus

Lukman Edy.
Sumber :

VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Lukman Edy menghormati usulan sejumlah Fraksi di DPR, yang menggulirkan hak angket, guna menyelidiki pengangkatan kembali Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok yang berstatus terdakwa sebagai Gubernur DKI Jakarta. Alasannya, Ahok saat ini berstatus sebagai terdakwa.

Apa Kabar Usulan Angket Ahok?

"Ya, kami hormatilah teman-teman mengajukan hak angket itu. Yang secara prinsipil itu, bagian dari persoalan Pilkada, harus kita perbaiki, agar tidak terjadi lagi di masa mendatang," kata Lukman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 13 Februari 2017.

Namun, PKB belum menandatangani usulan hak angket itu. Menurut Lukman, dia ingin usulan angket lebih komperhensif lagi, yakni tidak hanya menyelidiki soal Ahok.

Gerindra: Ahok Seperti Superman

"Kami bilang, kalau hanya soal Ahok, kami enggak mau. Kami mau tiga persoalan sekaligus," ujar Lukman.

Selain soal Ahok, Lukman juga ingin angket menyelidiki kasus KTP elektronik, dan kisruh Pilkada di sejumlah kabupaten, atau kota. Lukman mengatakan, usulan angket yang diterima itu baru menyangkut soal Ahok.

Hanura Nilai Angket Ahok Belum Diperlukan

"Draf-nya (Pansus) memang sudah diserahkan, tetapi enggak ada yang lain. Yang ada, hanya soal Ahok," kata Lukman.

Sebelumnya, sebanyak empat Fraksi menyatakan setuju dengan usulan hak angket tersebut. Mereka yakni Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.

Usulan hak angket digulirkan, karena dinilai ada pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3. Berikut ini bunyi Pasal tersebut:

1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang penistaan atau penodaan agama. Dakwaan tersebut merupakan dakwaan alternatif ditandai dengan kata 'atau'.

Alternatif pertama yaitu Pasal 156A KUHP dengan kualifikasi penodaan agama saat terdakwa kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Sedangkan, alternatif kedua Pasal 156 KUHP.

Pasal 156a

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 156

Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya