Gerindra Minta Jokowi, Menhan dan Panglima TNI Duduk Bersama

Menhan Ryamizard dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam Rapat Kerja di DPR RI, Senin, 6 Februari 2017.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id - Anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani menilai Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 tahun 2015 cukup janggal. Aturan seperti itu seolah membuat Panglima Tentara Nasional Indonesia seolah tidak memiliki pasukan.

Soroti Pengeroyokan Relawan Ganjar di Boyolali, Gatot Nurmantyo: Saya Tak Yakin Dipukul Batu

"Bayangkan seorang Panglima tidak memiliki kendali atas apa yang akan dikerjakan oleh AD, AL, AU. Saya kira itu berarti sama saja panglima tanpa pasukan," kata Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 8 Februari 2017.

Menurut politikus Partai Gerindra ini, Permenhan tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Negara itu sebaiknya ditinjau ulang. Hal itu untuk memperbaiki hubungan antara Panglima TNI dengan Menteri Pertahanan.

Jelang Pensiun, Yudo Margono Pamit di Depan Para Mantan Panglima TNI dan Prajurit Tiga Matra

"Kemudian dibicarakan lagi supaya kendali atas AD, AL, AU itu bisa lebih koordinatif lagi," ujar Muzani.

Muzani menyarankan agar Presiden Jokowi, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI duduk bersama membahas aturan ini. Rapat harmonisasi diperlukan untuk membicarakan poin-poin krusial dalam Permenhan tersebut.

PKS Buka Pintu Lebar Jika Gatot Nurmantyo Gabung Tim Pemenangan Anies-Cak Imin

"Sebaiknya ini diselesaikan di tingkat kementerian oleh Presiden supaya koordinasi antara di Mabes TNI bisa berjalan efektif dan lebih baik lagi sehingga tentara kita bisa betul-betul dalam satu kendali," kata Muzani.

Gatot Nurmantyo sebelumnya mengeluh soal Permenhan itu. Padahal dalam Undang Undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatur alur perencanaan visioner menggunakan mekanisme bottom up, top down secara terpadu.

"Semua keputusan pertahanan sudah benar ketat sistematis. Begitu muncul Permenhan 28 Tahun 2015 kewenangan saya tidak ada. Harusnya ini ada. Sekarang tidak ada. Kewajiban TNI membuat perencanaan jangka panjang, menengah, pendek," kata Gatot ketika rapat di DPR, Jakarta, Senin, 6 Februari 2017.

Keterbatasan wewenang itu menurut Gatot membuatnya sulit bertanggung jawab atas pengadaan barang tiga matra.

"Padahal di Pasal 3 UU TNI, TNI di bawah koordinasi Kemhan tapi bukan unit operasionalnya karena Pasal 4, TNI terdiri AU, AD, AL di bawah Kemhan," kata dia.

Permenhan itu pun ia anggap sebagai pelanggaran hierarki. Alasannya, Mabes TNI tidak bisa lagi membawahi tiga matra karena langsung menjadi tanggung jawab Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

"Saya tidak atur anggaran AU, AD, AL. Angkatan langsung tanggung jawab Kemhan, tidak melalui Panglima. Ini pelanggaran hierarki karena kami tidak membawahi angkatan," ujar Gatot.

Aturan permenhan diakuinya membuat kesulitan melakukan pengawasan anggaran.

"Saya lakukan untuk mempersiapkan adik-adik saya yang akan menjadi panglima TNI ke depan. Supaya benar-benar bisa mengontrol dari atas sampai bawah dari segi anggaran juga. Saya Maret 2018 nanti memasuki masa pensiun," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya