Prabowo: Yang Punya Kekuasaan Pasti Nyadap

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, angkat bicara soal penyadapan atas pembicaraan telepon antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ma'ruf Amin. Bagi Prabowo, semua pihak harus tetap tenang.

Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapat 61 Persen Saham Freeport Indonesia, Meski Alot Negosiasinya

"Enggak usah terlalu dibuat tegang begitu, itu maunya saya. Maunya kita baik-baik aja semua," kata Prabowo di kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Senin 6 Februari 2017.

Prabowo menuturkan bahwa jika pembicaraan yang dilakukan antara SBY dan Ma'ruf niatnya baik, maka sebaiknya disikapi sesuai koridor Pancasila. Artinya, semua orang harus membiarkan kedua tokoh itu mengabdi untuk bangsa dan negara ini.

Gus Miftah Curiga Jokowi Pilih Bahlil Lahadalia Jadi Menteri Karena Lucu, Bukan Prestasi

Putra dari tokoh Soemitro Djojohadikoesoemo itu juga menilai apa yang dilakukan SBY dan Ma'ruf tidak melanggar hukum. Oleh karena itu, dia berpendapat tidak masalah jika disadap.

"Ya kan. Karena semua orang pasti nyadap. Semua orang zaman sekarang, yang punya kekuasaan pasti nyadap, ya kan," kata Prabowo.

Jokowi Tegaskan Freeport Bukan Milik Amerika Lagi, tapi Indonesia

Prabowo mengaku kerap disadap. Meskipun demikian, dia tetap meminta agar seluruh elemen masyarakat tidak terus memicu konflik atau menghardik saudara sebangsa.

"Untuk apa sih (konflik)? Kita ini semua kan satu. Marilah kita sama-sama, berkuasa itu ada saatnya naik, ada saatnya turun," tuturnya.

Awal mula isu penyadapan itu mengemuka ketika pengacara Ahok, Humphrey Djemat, mencecar Ma'ruf soal pertemuannya dengan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, di kantor PBNU pada Jumat, 7 Oktober 2016. Setelah itu, Humphrey menanyakan apakah sebelum pertemuan itu ada pembicaraan dengan SBY melalui telepon pada pukul 10.16 WIB, sebelum salat Jumat.

Humphrey yang juga Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz itu menyatakan bahwa isi pembicaraan adalah soal, pertama, mengenai permintaan pertemuan dengan Agus-Sylvi agar diatur. Kedua, SBY meminta supaya segera dikeluarkan fatwa untuk masalah penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Mendengar pertanyaan itu, Ma'ruf menjawab tidak ada. Humphrey pun menanyakan pertanyaan tersebut hingga dua kali dan kembali dijawab tidak ada oleh Ma'ruf.

"Majelis hakim, sudah ditanya berulang kali katanya tidak ada. Untuk itu kami akan memberikan dukungannya. Ya Majelis Hakim, andai kata kami sudah memberikan buktinya dan ternyata keterangannya ini masih tetap sama maka kami ingin menyatakan saudara saksi ini telah memberikan keterangan palsu dan minta diproses sebagaimana mestinya," kata Humphrey.

Saat giliran berbicara, Ahok menyatakan Ma'ruf menutupi riwayat hidupnya yang pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres SBY. Dia pun berterima kasih pada Ma'ruf yang konsisten menyatakan tidak berbohong.

"Saudara saksi, saya berterima kasih. Ngotot di depan hakim bahwa saudara saksi tidak berbohong, akhirnya meralat ini. Banyak pernyataan tidak berbohong, kami akan proses secara hukum saudara saksi," kata Ahok.

Setelah itu, Ahok menyatakan bahwa pihaknya memiliki data yang sangat lengkap. Dia pun akan membuktikan satu per satu sehingga bisa membuat Ma'ruf dipermalukan.

Adanya ancaman terhadap Ma'ruf, dan juga penegasan adanya bukti, data, yang kuat atas pembicaraan Ma'ruf dengan SBY melalui telepon segera memancing respons publik secara luas. Mereka mengecam sikap Ahok dan tim pengacaranya. Isu adanya penyadapan pun menggelinding begitu cepat.

Situasi tersebut yang juga akhirnya membuat SBY menggelar konferensi pers. Ia menyatakan bahwa penyadapan atas dirinya adalah ilegal atau tidak sah, dan melanggar hukum.

SBY juga memohon pada Presiden Jokowi agar memberikan penjelasan mengenai penyadapan tersebut. Dari mana transkrip atau sadapan itu, siapa yang menyadap.

Alasannya, penyadapan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Berdasarkan yang dia tahu, hanya institusi negara seperti Polri, BIN, atau KPK dalam konteks pemberantasan korupsi, yang berhak melakukannya.

Oleh karena itu, SBY meminta Polri bertindak. Sebab, penyadapan ilegal bukan merupakan delik aduan. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya