PKB Curiga Pihak Intelijen Tak Netral di Pilkada DKI

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di debat kandidat.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yanuar Prihatin, melihat adanya eksploitasi terhadap isu agama, suku, ras dan antargolongan secara berlebihan dalam Pilkada DKI 2017 ini. Bahkan, Yanuar mengatakan yang memperparah saat ini adalah para cagub juga ikut serta memanaskan isu sensitif ini.

Golkar, Gonjang-ganjing Koalisi dan Poros Tengah

Akibatnya Pilkada Jakarta miskin dengan visi wacana program dan kegiatan pembangunan DKI Jakarta untuk lima tahun mendatang, yang mampu mewujudkan Jakarta sebagai kota kelas dunia.

"Calon dan pendukungnya serta pemilih ikut larut dalam isu SARA yang sangat eksplosif," kata Yanuar kepada VIVA.co.id, Rabu 1 Februari 2017

Cak Imin Masih Ngotot Usul Tunda Pemilu 2024

Anggota Komisi II DPR RI ini juga melihat adanya tekanan kepentingan baik nasional maupun internasional, baik kepentingan politik penguasa dan partai, kepentingan ekonomi dan bisnis, agama, golongan, kepentingan penegak hukum bahkan juga kepentingan negara lain.

"Bahkan diduga kuat oleh sebagian pihak, intelijen ikut berperan serta dalam memenangkan calon tertentu," ujarnya

PKS Sindir PKB soal Penundaan Pemilu: Berikanlah Usulan yang Brilian

Dugaan tersebut muncul ketika Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat persidangan atas kasus penistaan agama disebutkan mengetahui percakapan antara KH Ma'ruf Amin dengan Presiden RI ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono. Baginya, jika hal tersebuf benar maka dari mana Ahok dapat mengetahui hal tersebut.

"Jika itu benar darimana Ahok tahu itu kalau bukan dari institusi yang berwenang menyadap seperti polisi, intelijen (BIN) dan KPK, lantas ini apa artinya? Jika benar intelijen dan institusi penegak hukum tidak netral, maka ini membahayakan NKRI," kata Yanuar

Efek Luas

Menurut dia, apa yang terjadi di Jakarta saat ini akan berefek nasional dan internasional. Ia juga mengingatkan agar semua pihak harus menahan diri. "Semua harus mengoreksi diri dan menjaga ucapan perilaku. Jangan memancing emosi orang apalagi keluarkan fitnah," ujarnya.

Jika Ahok terus mempolitisir posisi Rois Aam PBNU KH Ma'ruf Amin untuk masuk dalam pusaran konflik pilkada, lanjut Yanuar, ini akan membuat suhu konflik lebih mudah meledak. "Kiai adalah tokoh sentral di NU, dan perilaku Ahok bisa memicu kemarahan nasional warga NU," ujarnya.

Ketua Umum MUI yang juga Rois Aam PBNU, KH Ma'ruf Amin saat bersaksi dalam perkara dugaan penistaan agama Ahok, membantah adanya percakapan dengan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut satu menemuinya di kantor PBNU.

Pertemuan antara Ma'ruf dengan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni terjadi pada 7 Oktober 2016 silam. Padahal, tim penasihat hukum Ahok memiliki bukti kebenaran percakapan itu. Atas hal itu, Ahok pun mengatakan bahwa Ma'ruf memberikan keterangan palsu.

Atas kesaksiannya, tim penasihat hukum Ahok berencana melaporkan Kiai Ma'ruf atas keterangan palsu tersebut kepada aparat Kepolisian. Bahkan, menurut Ahok, Ma'ruf dengan sengaja menutupi jabatan Wantimpres di era SBY, dengan tidak membeberkannya dalam Berita Acara Kepolisian. Padahal, semua jabatan yang selama ini Ma'ruf emban telah ditulis.

"Kami akan polisikan saudara saksi. Saya akan buktikan, satu persatu dipermalukan nanti," kata Ahok. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya