Kunjungan Ketua Komisi MUI ke Israel Dianggap Urusan Pribadi

Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Istibsyaroh, bersama delegasi Muslim Indonesia bertemu dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin, Rabu lalu.
Sumber :
  • Twitter / @PresidentRuvi

VIVA.co.id - Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy meminta publik berpikir positif akan pertemuan Ketua Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Istibsyaroh, dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin, Rabu lalu. Dia meminta kejadian tersebut tidak ditanggapi berlebihan.

Antara Dukungan dan Keberlanjutan Ekonomi Lokal

"Jangan terlalu (berlebihan). Kalau saya enggak setuju itu dibesar-besarkan," ujar Lukman di DPR, Jakarta, Jumat 20 Januari 2017.

Lukman sendiri mengaku kenal sosok Istibsyaroh, karenanya ia yakin kunjungan tersebut hanyalah wisata. Bukan mewakili lembaganya, tetapi urusan pribadi, meski bertemu langsung dengan Presiden Israel.

Dewan Keamanan PBB yang Gagal dalam Menjamin Perdamaian Dunia

"Itu kunjungan wisata setahu saya. Ya mungkin ada kenalan. Beliau kan tidak mewakili siapa-siapa. Mewakili dirinya pribadi," ungkap Lukman.

Lukman menambahkan, Istibsyaroh juga ia ketahui sebagai seorang peneliti. Karenanya, ia menegaskan, bahwa pertemuan itu bebas dari muatan kepentingan politik.

Kegagalan Hukum Internasional dalam Menghadapi Kejahatan Perang Israel

"Setahu saya ada salah satu dari rombongan seorang peneliti tentang Israel, orang Indonesia. Jadi itu kontruksinya berbeda. Tidak ada muatan politik sama sekali," ujar dia.

"Ibu Prof Istibsyaroh juga peneliti, dosen. Menurut saya kunjungan itu bagian dari untuk mendalami pengetahuan tentang Israel," tambah Lukman.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah, mengatakan bahwa seharusnya jika Istibsyaroh alasannya sebagai turis, maka ia tak semestinya bertemu dengan Presiden Israel.

"Kalau orang sebagai turis itu, diam-diam saja tidak tidak usah bertemu pejabat. Tapi kalau ini ketemu dengan pejabat itu berarti niat mau mengakui negara yang tidak kita akui," ungkap Fahri.

Karena itu, ia sangat menyayangkan hal tersebut dilakukan oleh orang yang menjadi bagian dari MUI.

"Jadi itu yang harus disadari apalagi kalau dia anggota MUI. Sangat disayangkan. Karena ini sangat prinsipil sekali," kata Fahri.

"Tapi kalau tokoh, pejabat, jangan petentang-petenteng ketemu pejabat setempat. Artinya kita tidak baca pembukaan UUD. Itu cukup disayangkan," lanjut dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya