Politikus Gerindra Kritik Kapolda M Iriawan Soal Makar

Aktivis Rachmawati Soekarnoputri (kiri) menangis saat beraudiensi dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon terkait dugaan makar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/1).
Sumber :
  • ANTARA/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Anggota Komisi III DPR, Muhammad Syafi'i, masih heran dengan adanya proses hukum kasus makar yang dituduhkan kepada Rachmawati Soekarnoputri Cs. Dia menilai Kapolda Metro Jaya, Irjen M. Iriawan, seperti paranoid dengan penyampaian ekspresi dari masyarakat.

Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapat 61 Persen Saham Freeport Indonesia, Meski Alot Negosiasinya

“Rapat-rapat dibilang makar, itu paranoid. Kalau besok ada seribu orang datang ke mari, minta Jokowi diturunkan, boleh datang kemari. Kenapa dilarang?" kata Syafi'i ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 16 Januari 2017.

Syafi’i bahkan menyinggung kapasitas dan kelayakan Iriawan memimpin Polda Metro Jaya. Menurutnya, yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.

Gus Miftah Curiga Jokowi Pilih Bahlil Lahadalia Jadi Menteri Karena Lucu, Bukan Prestasi

"Kapolda Metro Jaya ini juga nggak pantes jadi Kapolda, ini kan preman juga. Kapolda itu nggak paham undang-undang," ujar dia.

Jika Kapolri Jenderal Tito Karnavian tidak menindak tegas Kapolda Iriawan, maka Syafi'i setuju dengan pembentukan Pansus. Hal itu untuk membuktikan apakah proses makar ini tepat atau tidak.

Jokowi Tegaskan Freeport Bukan Milik Amerika Lagi, tapi Indonesia

"Kalau emang Kapolri nggak segera mencopot, emang perlu Pansus dibentuk. Ini kan bisa fitnah. Betul nggak ini makar," ujar Syafi'i.

Sementara itu, ketika ditanyakan apakah pembentukan Pansus ini bisa mengintervensi proses hukum di kepolisian, Syafi'i justru mempertanyakan kebenaran proses hukum itu.

"Pertanyaannya proses hukum itu sudah bener nggak? Sebenarnya itu memang belum pantes diproses hukum, wong dasarnya nggak jelas," kata Syafi'i.

Sementara itu, anggota Komisi III Nasir Djamil lebih suka soal proses kasus makar ini diawasi dengan Panitia Kerja (Panja), ketimbang Panitia Khusus (Pansus). Menurut Nasir, Pansus terlalu 'ramai' dan juga lama.

"Kalau Panja penengakan hukum di Komisi III itu bisa lebih fokus. Nah tinggal, jika DPR serius, maka pimpinan DPR yang membidangi politik, hukum dan keamanan, itu mengawasi Panja ini," kata Nasir.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya