Asalkan Syarat Capres Diperketat, Ambang Batas Pantas Turun

Ilustrasi Rekapitulasi Suara Pemilu Legislatif Nasional 2014
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Besaran ambang batas dukungan bagi kandidat dalam pemilihan presiden maupun ambang batas untuk masuk ke parlemen dibahas dalam Rancangan Undang Undang tentang Pemilu. Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, menilai bahwa ambang batas presiden yang ada pada saat ini yakni 20 persen berdasarkan Pemilu 2014 akan mempersulit partai kecil.

Mahfud MD: Keputusan Sudah Ada, Negara Harus Terus Jalan

"Menjadi rumit ketika pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dibuat bersamaan waktu dan pelaksanaannya. Otomatis partai baru tidak bisa mengajukan calon presiden walaupun partai tersebut dinyatakan lolos verifikasi menjadi peserta Pemilu," kata Pangi ketika dihubungi VIVA.co.id, Jumat 13 Januari 2017.

Menurut Pangi, yang diuntungkan dari besaran ambang batas itu tak lain adalah partai-partai besar. Dengan begitu, hegemoni partai-partai besar diyakini bakal makin kuat dan partai yang sudah lebih dahulu eksis akan punya posisi tawar lebih besar.

M Taufik Bantah Pendukung Prabowo-Sandi Ikut Serta dalam Aksi 22 Mei

"Bahkan PDIP bisa mengusung calon presiden sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain pada pemilihan presiden 2019 kalau berpatokan pada hasil Pileg 2014. Bisa kebayang bagaimana PDIP punya daya tawar yang tinggi," ujarnya.

Pangi memahami bahwa kelemahan jika besaran ambang batas diperkecil atau ditiadakan yakni semua partai politik bisa mengajukan calon presidennya sendiri.

Sikapi Pemilu 2019, Hayono Isman: Indonesia Dibangun atas SARA

"Solusinya bagaimana kemudian KPU memperketat syarat menjadi calon presiden (capres) atau buat regulasi yang tidak mudah mencalonkan diri jadi presiden," kata Pangi.

Sebelumnya, Anggota Pansus RUU Pemilu, Johnny G Plate menilai ambang batas dukungan bagi kandidat dalam pilpres sebesar 20 persen, sudah cocok. Hal ini mengacu pada hasil Pemilu 2014.

Ia mengatakan, semakin banyak paket atau pasangan calon presiden belum tentu akan berdampak baik karena justru akan menyebabkan biaya politik yang lebih tinggi.   

"Model DKI menjadi salah satu model pilpres dengan dua paket atau tiga paket. Lalu saat ini yang rasional ambang batas presiden berdasarkan hasil pemilu 2014," kata Johnny.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya