- Antara/ Fanny Octavianus
VIVA.co.id – Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang alias OSO, menilai ambang batas parlemen atau parliamentary treshold tak diperlukan khususnya dalam konteks Rancangan Undang Undang Pemilu.
"Dan parliamentary treshold tak perlu lagi. Tapi terserah, saya patuh aturan. Kalau memang panitia khusus berbeda, mereka sudah berpikir secara maksimal, tapi situasi kondisi sekarang tak perlu ada," kata OSO di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 12 Januari 2017.
Menurut Oesman, kepentingan semua partai harus diakomodasi, sehingga partai besar jangan merasa dirinya sudah besar. Oleh karena itu tidak perlu mengunci partai-partai kecil untuk berkembang.
"Mau menang silakan berjuang, tapi jangan memastikan jumlah itu untuk memengaruhi sesuatu. Kita harus berani mengatakan tidak dan memberi kesempatan pada semua rakyat Indonesia. Biarkan rakyat memilih wakilnya, partainya apa pun tak ada masalah," tuturnya.
Senada dengan OSO, Sekjen Hanura yang ditunjuk, Sarifuddin Sudding, menjelaskan bahwa ambang batas pada Pemilu lalu masih dipakai karena memang untuk mengusung pasangan calon presiden harus melalui partai atau gabungan partai yang mencapai angka 20 persen.
"Sekarang pemilu serentak tidak perlu lagi ambang batas itu, sehingga ketika semua parpol berhak mengusung capres dan cawapres, saya kira parliamentary treshold tidak dibutuhkan dalam UU," kata Sudding pada kesempatan yang sama.
Ia melanjutkan, pilihan rakyat dan banyaknya suara rakyat juga harus dihargai. Banyaknya suara rakyat yang terbuang saat Pemilu, karena partainya tidak masuk ambang batas, juga bisa dianggap sebagai kemunduran demokrasi. (ase)