Anggota DPR Kritik Rencana E-Voting dan E-Counting

Ilustrasi pemungutan suara.
Sumber :
  • Antara/ Fachrozi Amri

VIVA.co.id - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu, Johnny G Plate mengakui, penerapan e-voting dan e-counting yang kini tertuang dalam RUU Pemilu sulit dihindari seiring dengan kemajuan zaman. Namun, dia tetap memberikan kritik soal rencana tersebut.

Ketua MK Sebut UU Pemilu dan UU Cipta Kerja Paling Sering Digugat

"E-voting dan e-counting adopsi pemilu kita ini sudah merupakan satu keniscayaan apalagi digabung antara Pilpres dan Pileg. Di hari H hitungnya itu seperti apa sih rumitnya. Namun seberapa banyak atau seberapa kesiapan teknologi yang available yang kita miliki saat ini," kata Johnny di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 11 Januari 2017.

Ia juga mempertanyakan seberapa siapnya infrastruktur yang pemerintah miliki. Alasannya, untuk distribusi perangkat hardware-nya saja masih dianggap rendah.

Demokrat Tetap Mendesak Bahas Revisi UU Pemilu

"Elektronifikasi banyak daerah yang masih 50 persen saja," kata Johnny.

Ia menambahkan memang ketika mengadopsi teknologi pasti ada tujuannya. Pertama pasti untuk penyelenggara pemilu yang baik dibanding manual. Termasuk sengketa pemilu.

DPR Tetapkan 33 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2021, Tak Ada RUU Pemilu

"Pertanyaannya firewallnya cukup tidak, siber security cukup tidak, Amerika saja bisa diretas oleh Rusia, apalagi pemilu kita. Perlu konfirmasi sampai di mana kesiapan dalam negeri kita untuk e-voting dan e-counting," kata Johnny.

Ia menegaskan untuk itu Pansus perlu mencari tahu kapan sistem teknologi bisa digunakan misalnya bisa dilakukan sekarang atau jangka panjang penerapannya melalui masa peralihan.

"Kita ingin menggunakan teknologi memudahkan pemilu. Jangan malah menggunakan teknologi lebih kacau. Teknologi suatu keniscayaan, tidak mungkin pemilu serentak dilakukan manual. Mau dihitung sampai jam berapa. Kita juga tahu manual itu tanda tangan bisa dipalsukan, penyelenggara tidak ada di tempat. Tapi pakai teknologi harus ada di tempat. Tapi kalau teknologi tidak bisa diterapkan chaos juga," kata Johnny.

Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilu serentak diselenggarakan pada tahun 2019. Keputusan tersebut sebagai respons atas permohonan Yusril Ihza Mahendra, pada Kamis, 20 Maret 2014 silam, yang meminta agar Pemilu 2014 dilaksanakan serentak dan presidential threshold dihapuskan.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya