DPR Desak Pemerintah Selesaikan Isu TKA Masuk Indonesia

Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto.
Sumber :

VIVA.co.id – Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto mendesak pemerintah menyelesaikan isu tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia. Agus juga mengatakan data jumlah TKA ilegal di Indonesia masih simpang siur.

BYD Pamer Mobil Super Canggih, Bodinya Furutistik

"Kami mendorong pemerintah agar ini diselesaikan secara tuntas, transparan, dan akuntabel dengan keterangan yang jelas. TKA yang ilegal juga banyak ditemukan, tapi sejauh mana data-data yang benar," ujar Agus Hermanto di Gedung DPR, Selasa 27 Desember 2016.

Selain itu, Agus mengkritisi kebijakan bebas visa dari pemerintah. Disinyalir, TKA ilegal masuk ke Indonesia menggunakan visa turis.

Motor Delapan Silinder Asal China Siap Meluncur

"Apalagi ditambah kebijakan pemerintah yang sekarang masalah bebas visa dalam artian untuk visa turis. Sehingga China yang masuk ini dicurigai masih sebagai turis, tapi di sini dia melakukan tenaga-tenaga kasar tersebut," ujarnya.

Agus menduga, TKA ilegal di Indonesia merupakan tenaga kasar atau buruh. Dia menyayangkan hal itu karena tenaga kerja dalam negeri masih kekurangan lapangan pekerjaan.

Curhat Jurnalis Asing Kala Bertugas di China

"Bahkan disinyalir dalam dugaan bahwa yang bekerja di sini bukan tenaga ahli, tapi tenaga kasar biasa yang pekerjaannya bisa dilakukan warga Indonesia. Sedangkan nuansa batin di Indonesia sekarang ini kan kita banyak membutuhkan lapangan pekerjaan," ujarnya.

Politisi Demokrat ini menjelaskan tren industri di China mengalami pergeseran sehingga menyebabkan banyaknya pengangguran di Negeri Tirai Bambu. Dia memperkirakan sebanyak 45 juta tenaga kerja di China yang tidak kompeten.

"Di lain pihak, di China mengalami perubahan industrial, yang tadinya industri padat karya, sektor UKM, teknologi biasa-biasa saja, sekarang teknologinya sudah meningkat. Untuk itu, pasti di China banyak pengangguran karena banyak yang tidak punya skill, sehingga diperkirakan warga China yang tidak punya skill hampir 45 juta orang," katanya.  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya