DPR Satu Suara soal Aturan Bantuan Korban Teroris

pelajar menunjukkan duka cita atas aksi terorisme.
Sumber :
  • REUTERS/Jayanta Dey

VIVA.co.id – Para korban terorisme akan dijamin oleh negara dalam hal pengobatan dan pemulihan traumanya. Bantuan terhadap korban teroris masuk dalam Rancangan Undang Undang Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme.   

Bantu Perangi Terorisme di Afrika, Adakah Niat Terselubung Amerika?

Ketua Pansus Terorisme Muhammad Syafii mengatakan semua fraksi di DPR mendukung adanya satu pasal untuk memberikan kompensasi bagi korban terorisme sehingga kerugian para korban terorisme ini ke depannya menjadi tanggung jawab negara.

"Filosofi produk UU harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah. Dengan filosofi itu agak aneh kalau korban bom tak diberi bantuan apa pun. Itu yang jadi salah satu krusial poin kita dan alhamdulillah semua fraksi dan Kepala BNPT Suhardi sudah ber-statement itu harus diberi bantuan," kata Syafii saat dihubungi Viva.co.id, Jumat 18 November 2016.

Pemkab Tangerang Benarkan PNS Mereka Ditangkap Densus

Saat ditanya apakah para korban terorisme yang lalu juga akan mendapatkan bantuan negara pasca RUU ini diundangkan nantinya, Syafii membenarkan. Semua korban terorisme berhak mendapatkan rehabilitasi dari pemerintah.   

"Kasihan, itu 1.098 anggota (korban terorisme) yang tergabung dalam AIDA dan Penyintas Nusantara, semuanya difabel akibat bom itu. Mereka belum dapat sentuhan apapun dari pemerintah. Ini mereka berjuang sendiri atasi pengobatannya, trauma akibat peristiwa itu. Lebih parah lagi perbaiki kerusakan di rumah mereka dan cacat fisik, mereka atasi sendiri. Jadi kita ingin ini disantuni," kata Syafii lagi.

IDI Sukoharjo Minta Kasus Sunardi Tak Dikaitan dengan Profesi Dokter

Ia melanjutkan, untuk bisa mewujudkan aturan ini, Pansus RUU terorisme berencana untuk memperkuat kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Oleh karena itu, BNPT bisa menetapkan seseorang sebagai korban terorisme.

"Selama ini, itu (penetapan korban terorisme) menunggu hasil forensik dari Polri dan keputusan pengadilan, baru korban ditetapkan. Sampai hari ini malah ada 1.098 korban yang tergabung dalam AIDA dan Penyintas Nusantara secara vulgar katakan pemerintah belum pernah menyantuni mereka," kata Syafii.

Menurut para korban, selama ini justru hanya orang asing yang menjadi korban terorisme yang mendapatkan bantuan. Sementara korban warga negara Indonesia, disebut kurang diperhatikan.

"Kenapa kita ingin kelembagaan BNPT, karena dalam UU 31 Tahun 2014 tentang LPSK, LPSK punya tupoksi berikan perlindungan dan rehabilitasi korban teroris. Ini tidak bisa dieksekusi. Jadi dengan penguatan BNPT, kita ingin BNPT yang miliki kewenangan assessment seseorang sebagai korban terorisme. LPSK yang eksekusi bantuannya," kata Syafii.
 
Menurutnya, harus ada rehabilitasi supaya korban bisa mencari nafkah dan hal itu bisa diatur melalui koordinasi antarkementerian. Sementara soal anggaran, juga belum bisa dipastikan nominalnya dalam UU.

"Kita tak bisa prediksi berapa kali peristiwa teroris dan skala korban, makanya tak bisa dianggarkan di salah satu kementerian. Tapi bisa dimasukkan ke dalam dana cadangan negara, biaya anggaran di Kementerian Keuangan yang sewaktu-waktu bila diperlukan bisa dikucurkan," kata Syafii.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya