Demokrat Kritik Gelar Perkara Kasus Ahok

Pengamanan di gelar perkara kasus Ahok, Selasa, 15 November 2016.
Sumber :
  • Irwandi Arsyad - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, mengkritik gelar perkara terbuka terbatas terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama. Menurutnya, dengan cara itu, kepolisian tidak bebas dalam menentukan suatu kasus.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

"Padahal, dalam hukum, penyidik kepolisian punya otonomi sepenuhnya," kata Benny di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 17 November 2016.

Ia mencontohkan ketidakotonoman gelar perkara misalnya saksi ahli dalam agama dimintakan pendapat secara terbuka. Padahal seharusnya, saksi ahli tak boleh diminta pendapat secara terbuka.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Supaya tak merasa takut. Coba bayangkan seorang ahli dalam agama tertentu dan terbuka pasti tak nyaman. Pasti dia takut memberi keterangan," kata Benny.

Tak hanya itu, ia menilai sulit bagi kepolisian memeriksa bukti kasus itu. Apalagi kepolisian sempat menjelaskan pada publik penyidik terbelah dalam menetapkan Ahok sebagai tersangka.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

"Tak boleh menetapkan tersangka dengan voting. Walapun seratus orang katakan tersangka kalau tak ada bukti, tak bisa. Itulah gunanya penegakan hukum," kata Benny.

Sebelumnya diberitakan, setelah melakukan gelar perkara terbuka, kepolisian akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka penistaan agama Surat Al Maidah ayat 51. Para penyidik berkeyakinan, perkara itu harus dilakukan di peradilan yang terbuka.

Sebagai tersangka, Ahok dijerat dengan pasal 156 h KUHP dan terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara. Kepolisian pun resmi mencegah Ahok berpergian ke luar negeri selama proses hukum atas kasusnya itu masih berlangsung.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya