Anggota DPR Ini Kritik Sistem Penahanan Narapidana Teroris

Aksi Teror Bom di Samarinda
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Amirulloh

VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Muhammad Syafii menilai, program deradikalisasi terhadap terorisme jelas tak efektif. Hal ini terbukti dari kasus teror bom gereja di Samarinda dua hari silam.

Tantangan Berat, Setjen dan BK DPR Dorong Pemuda Optimis Bangun NKRI

"Deradikalisasi gimana, orang napi dicampur juga dengan yang lain, satu kamar harus berapa orang mereka masuk, sama-sama tak pakai baju, pakai celana pendek tak ada pembinaan," kata Syafii saat dihubungi, Selasa 15 November 2016.

Menurutnya, jika tak dilakukan perbaikan serius dari pemerintah utamanya Kementerian Hukum dan HAM, maka lapas dan rutan tak akan membuat orang berubah menjadi lebih baik. Lapas dinilai menjadi "sekolah kriminal" yang menjadi medan baru menyebarkan paham radikalisme.   

DPR Minta Insiden Pembakaran Polsek Bendahara Tidak Terjadi Lagi

"Kecuali kalau orangnya mau tobat tapi itu kan bukan efek pembinaan lapas dan rutannya tapi karena memang mau tobat kesadaran sendiri," kata Syafii.

Ia mengatakan, dari fakta-fakta yang terjadi, tak hanya teroris, pemakai narkoba yang tertangkap dan ditahan pun kerap menjadi lebih jahat tatkala keluar dari lapas.  

Bamsoet: Anggaran Pendidikan APBN 2019 Harus Bawa Kemajuan

"Jadi kalau terjadi mantan napi, residivis ulangi perbuatannya jangan heran. Memang itu yang harus diperbaiki Kemenkumham. Kemenkumhamnya malah lebih serius ngurusin parpol. Kalau penjahat lakukan pengulangan, ya memang itu bakal terjadi terhadap semua mantan napi kecuali mereka yang mau perbaiki dirinya. Kalau akibat pembinaan di lapas, itu non sense," kata Syafii.

Sebelumnya, terjadi pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene di Kelurahan Sengkotek, Samarinda Kalimantan Timur, Minggu, 13 November 2016. Diketahui bahwa pelaku adalah residivis kasus terorisme pada tahun 2011.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya