Wakil Ketua DPR Minta Kapolri Tidak Bicara Sembarangan

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.

VIVA.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan Kapolri Jendral Tito Karnavian untuk tidak bicara sembarangan. Sebagai Jenderal Polisi, Fahri mengungkapkan Tito memiliki rekam jejak yang cemerlang. Namun sayang jika kemampuan intelektual Tito tidak terlihat karena bekerja pada kekuasaan.

Sindir PKS, Fahri Hamzah: Pradi itu Korban Terakhir

“Saya hanya mengingatkan kepada Tito untuk tidak berbicara sembarangan. Dia jenderal baru dan saya juga salah satu yang urus dia untuk menjadi Kapolri. Tolong jaga diri baik-baik. Jangan bergantung pada kekuasaan karena kekuasaan bisa jatuh," ujar Fahri lewat pesan tertulis, Rabu 9 November 2016.

Fahri menyarankan agar Tito bergantung pada hukum karena hukum akan ada selamanya. Lebih lanjut Fahri pun mengajari Tito pembagian kelembagaan di negara demokrasi atau trias politika yang dibagi atas kekuasaan yudikatif, legislatif dan eksekutif. Eksekutif, menurut Fahri, bertugas mengurus pemerintahan.

Balas Sindiran Petinggi PKS, Fahri Minta Salim Segaf Cs Instropeksi

“Sementara DPR memiliki tugas salah satunya pengawasan. Dan untuk menjalankan semua tugasnya, DPR memiliki hak imunitas dan tidak boleh dipidana dalam menjalankan tugasnya. Itu bukan sekedar ditulis dalam UU tapi dalam UUD 45. Makanya untuk anggota DPR ada UU MD3 yang mengatur ada Majelis Kehormatan Dewan yang akan menyidangkan anggota yang dianggap melanggar etika,” ujarnya.

Fahri mengatakan pernyataannya saat berorasi dalam aksi masa umat Islam 411 bahwa Presiden bisa dijatuhkan itu bukan berarti makar seperti yang dipahami Tito. Fahri menegaskan bahwa menjatuhkan pemerintahan pun telah diatur dalam UUD.

10 November Fahri Hamzah Deklarasi Partai Gelora

”Ini negara demokrasi dan sah saja jika pemerintahan dijatuhkan kalau memang harus dilakukan. Indonesia bukan negara totaliter dimana menanyakan umur raja saja bisa kena pasal. Ini negara demokrasi bung, menjatuhkan Presiden juga sudah diatur,” ujarnya.

Lagi pula, papar Fahri, memang tujuan demonstrasi itu adalah untuk 'mengancam'. Sehingga yang di demo wajar merasa terancam. Ditambahkan jika aksi umat Islam pekan lalu dilakukan karena Presiden tidak juga memiliki sikap terhadap Ahok, maka demo kemarin adalah bentuk ancaman kepada Presiden.

”Yah kalau demo itu yang didemo yah harus merasa terancam. Dia harus paham bahwa yang bisa dijatuhkan bukan hanya anggota DPR tapi juga Presiden,” ujarnya.

Adapun untuk fungsi yudikatif, dia mengingatkan juga kepada aparat hukum seperti Polri untuk lebih banyak berkonsultasi dengan pakar-pakar hukum tata negara. Fahri menyesalkan jika aparat hukum dalam menjalankan tugas justru kelihatan diarahkan oleh politisi atau bahkan Presiden.

”Aparat hukum harus lebih banyak berkonsultasi terutama Kepolisian kepada pakar-pakar hukum tata negara. Saya sendiri sangat menyesalkan kalau aparat hukum justru kelihatan didrive, diarahkan oleh politisi termasuk oleh Presiden. Kita negara rechststaat atau negara hukum bukan negara machtstaat atau negara kekuasaan,” katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, pihaknya masih mempelajari orasi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah saat aksi unjuk rasa 4 November 2016. Dalam pidatonya, Fahri sempat menyinggung soal penggulingan Presiden Jokowi.

"Ya, kami akan pelajari apakah itu bisa masuk ke dalam pasal makar. Kalau masuk ke dalam pasal makar ya kami proses hukum, prinsipnya begitu," kata Tito di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Jakarta, Selasa 8 November.

Sementara, terkait aktor-aktor politik yang terlibat dalam aksi unjuk rasa itu, Tito menyatakan apabila mereka turun hanya untuk demo tidak masalah.

"Itu hak sebagai warga negara, kebebasan berekspresi, tetapi pada saat ekspresi itu kalau mengucapkan kata-kata berbau makar maka tidak boleh, karena itu inkonstitusional," ujarnya.   (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya