Menkominfo: UU ITE Baru Memberi Rasa Aman

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id – Rancangan Undang-undang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna, Kamis 27 Oktober 2016 ini. Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengaku bersyukur dengan pengesahan ini.

Revisi UU ITE, Pelaku Video Mesum Tidak Lagi Dijerat

"Alhamdulillah sidang paripurna setuju revisi UU ITE. UU ini penting khususnya untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat," kata Rudiantara di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 27 Oktober 2016.

Rudiantara mengklaim UU ini memberikan kepastian dari kemungkinan multitafsir pasal 27 ayat 3 yang menjadi pro kontra di masyarakat. Dia mengakui dahulu banyak yang menjadi korban multitafsir pasal ini.

Koalisi Masyarakat Kecewa Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas Prioritas

"Dengan revisi ini, tidak ada multi tafsir, karena tuntutan hukum dari maksimal 6 tahun menjadi maksimal 4 tahun. Jadi tidak bisa ditangkap baru ditanya, karena semuanya harus ada proses. Lalu deliknya adalah delik aduan," ujar Menteri Rudiantara.

Dia yakin tidak ada kriminalisasi dari keberadaan pasal 27 yang telah direvisi itu. Selanjutnya kata dia, pihaknya juga akan mensosialisasikan perubahan pasal itu, dan juga hal baru lain di UU ini.

Soal Revisi UU ITE, Ini Respons Nikita Mirzani hingga IRT

"Karena setelah ini dituangkan dalam revisi peraturan pemerintah dan diikuti peraturan menteri. RPP sedang disiapkan karena kita tidak bisa mendahului UU. Secepatnya, karena kita harus bicara dengan stakeholder dalam menuangkan UU ini," kata dia.

Sebelumnya, dalam sidang pengesahan RUU ini, Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin mengatakan pihaknya dan pemerintah menyetujui bahwa revisi UU ITE menyesuaikan perkembangan teknologi informasi, dan mengakomodasi putusan MK. Di antaranya yakni tindak pidana pencemaran nama baik di bidang teknologi informasi adalah delik aduan, bukan umum.

Dalam RUU ini, sanksi pidana penjara juga diturunkan dari 6 tahun, menjadi paling lama 4 tahun penjara dan denda paling banyak yakni 750 juta Rupiah.

"Perubahan ini dianggap penting, karena dengan ancaman sanksi pidana penjara 4 tahun, pelaku tidak serta merta dapat ditahan oleh penyidik," kata Hasanuddin.

Kemudian, Komisi I dan pemerintah juga menyetujui beberapa substansi baru. Salah satunya adalah menambah ketentuan mengenai kewajiban pemerintah melakukan pencegahan penyebarluasan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dalam UU ini.

"Untuk itu pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan atau sistem elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya