2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

'Syahwat Politik' di Indonesia Dinilai Masih Dominan

Pengamat politik Indria Samego (kanan) bersama Bima Arya Sugiarto.
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVA.co.id – Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK saat ini dinilai masih belum berdampak terlalu besar dalam konteks politik. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, menilai pembangunan politik sejauh ini belum mengarah ke demokratisasi.

Jokowi Sempat Malu karena Indonesia Belum Jadi Anggota Penuh FATF

"Pelembagaan partai politik, partisipasi, kebebasan berpendapat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan," kata Indria saat diskusi “Rembuk Nasional Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK” di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin 24 Oktober 2016.

Indria berpendapat apa yang terjadi selama dua tahun terakhir cenderung kebablasan. "Kebebasan berpendapat dan berorganisasi, misal, malah diimprovisasi sejumlah elemen sehingga menjadi kebebasan yang kebablasan," ungkapnya.

Pemerintah Bakal Tambah Saham di Freeport Indonesia Jadi 61 Persen, Begini Penjelasan Tony Wenas

Indria menambahkan para politikus masih terlalu termotivasi oleh syahwat politik, ketimbang mengejar pembangunan politik. Buku teks ilmu politik tak dapat menggambarkan improvisasi yang dilakukan para politisi Indonesia.

"Jika di masa lalu stabilitas politik diutamakan di atas segala-galanya, setelah reformasi, stabilitas politik ditinggalkan. Yang muncul adalah improvisasi. Dua tahun ini, saya kira, kita sebetulnya belum melakukan perubahan," paparnya.

Antre Open House Jokowi Sempat Ricuh, Istana Minta Maaf

Menurut Indria dari segi model kepemimpinan, Jokowi berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya. "Sebelumnya, politik selalu identik dengan orang dari pusat. Jokowi orang dari Solo. Akibatnya, muncul kekhawatiran," ucapnya.

Ia mengingatkan kembali semangat dari Nawacita yang selama ini menjadi salah satu pegangan, Jokowi dalam menyiapkan dan menjalankan kepemiminannya.

"Saya melihat ada beberapa inspirasi menarik dari Nawa Cita untuk merumuskan pembangunan politik. Misal, soal kehadiran negara. Itu merevisi persepsi lama tentang negara. Di negara berkembang, negara mempunyai peran yang eksesif. Ia ada di mana-mana. Dari mengurusi sawah sampai KB. Pasca reformasi, negara melemah dan masyarakat menguat. Jadi, penegasan tentang kehadiran negara ini akan merevitalisasi peran negara," jelasnya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya