Ancaman Hukum terhadap Pelaku Penghinaan SARA di Pilkada

Penyelenggaraan pilkada serentak di Indonesia.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ANTARA FOTO

VIVA.co.id – Isu SARA mulai menjadi hal yang dimanfaatkan oleh sejumlah pihak dalam pilkada. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, mengingatkan bahwa Undang Undang (UU) Pilkada jelas melarang hal tersebut.  

Verrell Bramasta Hujan-hujanan ke Bekasi Sampaikan Markitum

"Undang Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 69 menyebutkan, dalam melaksanakan kampanye pilkada dilarang melakukan penghinaan kepada seseorang, agama, suku, ras dan golongan terhadap calon kepala daerah," kata Masykurudin melalui siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Rabu, 12 Oktober 2016.

Masykurudin mengatakan, dalam pasal yang sama disebutkan bahwa dalam kampanye juga dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat.

Kampanye Awal Tahun 2024 di Sragen, Gibran: Jangan Mudah Percaya Berita Hoaks

"Ketentuan pidana terhadap praktik penghinaan tersebut dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penghinaan dipidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama 18 bulan dan atau denda paling sedikit 600.000 dan paling banyak 6.000.000 Rupiah," kata dia lagi.

Ia memaparkan bahwa kata kunci dari praktik penggunaan SARA ada pada kata 'penghinaan'. Yang dimaksud dengan penghinaan adalah perbuatan, baik lisan atau tulisan, yang ditujukan untuk menistakan atau melakukan pencemaran nama baik terhadap calon kepala daerah.

Hukum Sikat Gigi saat Puasa, Jusuf Kalla Larang Masjid Jadi Tempat Kampanye Politik

"Dalam konteks pilkada berarti perbuatan yang dilakukan untuk menistakan calon kepala daerah dengan menggunakan latar belakang agama, suku, ras dan antargolongan. Artinya bagaimana agama, suku, ras dan antargolongan digunakan untuk menistakan calon atau pasangan calon dalam proses penyelenggaraan pilkada," ujarnya.

Dalam penanganan tindak pidana pilkada, laporan penghinaan dengan latar belakang SARA ditindaklanjuti oleh lembaga pengawas Pemilu bersama Kepolisian yang tergabung dalam sentra penegakkan hukum terpadu.

"Penyidik Kepolisian yang tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu dapat melakukan penyelidikan setelah adanya laporan pelanggaran pemilihan yang diterima oleh pengawas Pemilu," katanya.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya