Hindari Kontrak Politik, Agus Yudhoyono Takut Ditagih?

Bakal calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono
Sumber :
  • Anwar Sadat

VIVA.co.id - Calon Gubernur dari Partai Demokrat, PAN, PPP, dan PKB, Agus Yudhoyono menyatakan, anti terhadap kontrak politik. Langkah tersebut, dinilai mirip dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono, saat kampanye pemilihan presiden (Pilpres).

SBY Yakin Duet Renan Buiatti-Reza Beik Jadi Pertahanan Tangguh Jakarta LavAni

"Seingat saya, memang Pak SBY tidak pernah bikin kontrak politik khusus dengan kelompok-kelompok masyarakat. Hanya janji-janji lisan saja. Kontrak politiknya dalam bentuk visi dan program ketika nyapres. Jadi gaya Agus ini memang mengikuti bapaknya," kata mantan kader Partai Demokrat, Tridianto, Selasa, 11 Oktober 2016.

Sahabat dekat Anas Urbaningrum itu menilai, tidak ada yang salah dari sikap Agus tersebut. Kontrak politik yang sesungguhnya memang ketika seseorang dilantik jadi kepala daerah.

Pengamat Ungkap Ganjalan Utama Megawati Gabung dalam Koalisi Prabowo-Gibran

"Itu kontrak resmi untuk menjadi pemimpin yang harus melayani rakyat," kata dia.

Meski demikian, lanjut mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Cilacap itu, bukan berarti seorang calon tidak boleh membuat kontrak parsial dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Karena, kontrak politik sebetulnya adalah janji kepada rakyat.

Juru Bicara Ungkap Keinginan Prabowo Duduk Bareng Megawati, SBY dan Jokowi

"Dan, itu hal yang biasa dalam politik, bikin janji dengan berbagai kelompok masyarakat masing-masing secara khusus. Tidak perlu dipersoalkan," ujarnya.

Tri menambahkan, bila seorang calon pemimpin memberikan janji maka rakyat setidaknya memiliki pegangan yaitu suatu komitmen. Dengan demikian, suatu saat bisa ditagih.

"Sepertinya (Agus), takut ditagih secara khusus seandainya terpilih," kata dia.

Sebelumnya, saat menyambangi warga di rumah susun (rusun) Sindang, Koja, Jakarta Utara, Selasa, 11 Oktober 2016, Agus berbicara soal sikapnya terkait kontrak politik.

"Saya paling menghindari janji-janji dalam bentuk kontrak politik. Buat saya bagi seorang gubernur, insya Allah terpilih, kontrak politik itu dilakukan pada saat dia sumpah dan dilantik menjadi gubernur," ujar Agus.

Seharusnya, kata Agus, kontrak politik dilakukan sekali saja kepada seluruh warga Jakarta. Menurutnya, kontrak politik yang dilakukan di beberapa kelompok warga akan rawan dengan kelompok warga lainnya. Ia menekankan bahwa kontrak politik harus berlaku bagi seluruh warga DKI.

"Kontrak politik dilakukan pada semua warga, Jakarta untuk rakyat, Jakarta untuk semua. Tidak bisa sepotong-sepotong, karena ada kerawanan, ketika satu mungkin saling bertabrakkan dengan kontrak politik lainnya," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya