Aturan Reformulasi KPU Rawan Tabrak UU Pilkada

Penyerahan DP4 Pilkada Serentak 2017 ke KPU.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA.co.id – Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membuka ruang bagi partai politik (parpol) untuk mencabut dukungan terhadap bakal kandidat kepala daerah yang memiliki calon tunggal di Pilkada serentak 2017 dinilai rawan menabrak pasal dalam UU Pilkada.

KPU Minta Masa Jabatan Penyelenggara Pemilu di Daerah Diperpanjang

Koordinator Nasional Jaringan Pendidik Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykuruddin Hafidz, menyatakan kebijakan KPU itu berbahaya. Pasalnya dalam ketentuan Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sangat jelas dinyatakan bahwa setiap parpol yang sudah menentukan dukungan terhadap pasangan calon tertentu tidak dapat ditarik kembali.

"Apa enggak malah merusak kepastian hukum itu ya," kata Masykuruddin ketika ditanyai VIVA.co.id, Selasa 27 September 2016.

KPU Paksa Parpol Penuhi 30 Persen Kuota Perempuan

Hal itu juga diamini oleh Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Dalam kesempatan berbeda, Hadar tidak membantah bahwa langkah KPU yang telah membuka ruang reformulasi dukungan partai politik terhadap calon tunggal itu bertentangan dengan UU Pilkada. Reformulasi yaitu pemberian waktu tambahan untuk mengajukan bakal calon kepala daerah yang baru apabila di daerah tersebut hanya ada calon pasangan tunggal.

Hanya, lanjut Hadar, selain UU Pilkada, ada ketentuan lain yang mengatur tentang diperbolehkannya calon tunggal dalam kontestasi politik pemilihan kepala daerah yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 100/PUU-XIII/2015.

Mer-C Peringatkan KPU, Masalah KPPS Bakal Dibawa ke UNHCR

Dalam putusan itu, kata Hadar, calon tunggal baru bisa diterima setelah ada upaya sungguh-sungguh atau maksimal dari parpol untuk mengajukan atau mendukung pasangan calon.

KPU menilai pertimbangan sungguh-sungguh yang termaktub dalam putusan MK itu yang memberikan ruang waktu lebih khusus bagi daerah yang memiliki calon tunggal untuk membongkar ulang koalisi dukungan parpol sehingga dapat mencalonkan atau mendaftarkan kandidat lain.

"Berbenturan (dengan UU Pilkada) memang, tapi kami harus maknai pengaturan itu secara menyeluruh," kata Hadar.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya