Komisi XI Minta Calon Terpilih Mampu Perkuat Institusi BPK

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan
Sumber :

VIVA.co.id – Komisi XI DPR RI mulai melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper) untuk memilih satu orang yang akan menjadi petinggi BPK RI. Dari 25 pelamar, setelah melalui penelitian administrasi, terjaring 24 calon dan yang mengikuti fit proper test sejumlah 23 orang.

Risiko Salah Urus Anggaran COVID-19, BPK: Korupsi Hingga Pemborosan

Terkait hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan bahwa calon yang terpilih harus mampu memperkuat institusi BPK sehingga bisa berkontribusi nyata terhadap tata kelola pemerintahan yang kuat dan bersih.

"Pada konteks ini, calon yang terpilih nanti harus mampu mewujudkan BPK RI sebagai lembaga tinggi negara yang menjalankan kewenangannya dalam hal pertanggungjawaban keuangan negara secara professional, bebas, dan mandiri serta mampu mewujudkan tindakan preventif dalam rangka minimalisasi penyalaggunaan keuangan negara," ujarnya di Senayan, Rabu 21 September 2016.

Alasan Deputi Penindakan KPK Sambut Ketua BPK saat Diperiksa

Ia menambahkan, calon yang terpilih nanti haruslah individu yang punya terobosan untuk menghadirkan konsep audit keuangan negara yang berkualitas dari proses hingga hasilnya, terutama sekali terkait dengan perbaikan kualitas audit perencanaan atau belanja (audit kinerja) yang akhir-akhir ini menjadi sorotan karena sering menjadi sumber pemborosan dan ketidakwajaran.

"Untuk diketahui, keuangan negara yang nilainya telah melebihi Rp3.807 triliun, terdiri dari pusat Rp2.034 triliun, daerah Rp827 triliun, PAD Rp180 triliun, capex opex BUMN Rp1.587 triliun, penyimpangan yang biasa terjadi disebabkan oleh gagalnya perencanaan, mark-up, dan indeks kemahalan hingga lebih dari 20 persen," jelasnya.

Anggota: Hasil Pemeriksaan BPK Sering Dipakai Peras Kepala Daerah

Heri juga menuturkan, calon yang terpilih itu juga harus mampu mengemban tugas mewujudkan misi Nawacita yang tidak ringan. Lebih-lebih ketika struktur belanja kita makin mengalami perubahan yang signifikan seperti adanya Dana Desa yang menuntut sebuah mekanisme fiskal dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang lebih memadai melalui sosialisasi sistem pencatatan yang kredibel.

"Saya menilai pada sisi ini, audit BPK masih lemah. Harus ada terobosan yang berarti, dan itu mesti menjadi motivasi dan menjadi bagian dari prioritas kerja dari komisioner yang terpilih nanti," ujarnya.

Politisi Gerindra ini menuturkan, calon yang terpilih nanti harus mempunyai visi besar dalam memperkuat institusi BPK sebagi sebuah entitas yang penting dalam ketatanegaraan kita.

"Pada konteks ini, tugas audit/pemeriksaan harus mampu diposisikan sebagai bagian dari penguatan pengawasan tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan azas-azas good governance. Dengan begitu institusi BPK akan lebih punya positioning yang kuat dalam konstelasi kekuasaan (legislative, eksekutif, yudikatif, audit) yang terintegrasi dalam mencapai tujuan bernegara sesuai UUD 1945," katanya.

Dijelaskan Heri, dalam konteks ini, calon terpilih harus bisa menerjemahkan visi pengawasan sebagai berikut:

Pertama, memperkuat peran monitoring secara preventif dan evaluasi serta hubungannya dengan peran pemeriksaaan dan post audit sebagai pembagian domain fungsi kekuasaan.

Kedua, penguatan fungsi pemeriksa keuangan negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat berdasarkan prinsip-prinsip good governance yang bertangungjawab dan transparansi. Jadi, bukan hanya soal audit administratif dengan memberi status WTP, WDP, dll. Tapi juga memperhatikan aspek kepatuhan terhadap peraturan perundang-udangan dan penguatan sistem.

Ketiga, agar tercipta optimalisasi kinerja BPK yang lebih efektif dan berdampak signifikan terhadap pengamanan keuangan negara, maka dipandang perlu untuk menambah kewenangan BPK, khususnya terkait untuk sosialisasi dan audit Dana Desa, post audit terhadap BUMD agar ada standarisasi untuk tumbuh dan berkembang serta post audit terhadap Sumber Daya Alam (SDA) dan tata kelola keuangan masing-masing daerah sebagai bagian dari kekayaan nasional (negara) dalam meningkatkan kualitas perencanaan, pelayanan publik dan kebijakan pemerintah.

"Kami Komisi XI berharap ada sebuah terobosan atas temuan BPK yang saat ini masih dirasakan belum menyentuh masalah kesejahteraan rakyat (Kesra). Kita pahami saat ini rekomendasi pemeriksaan berupa WTP hanya mengukur kapatuhan, kebenaran pencatatan, dan kewajaran laporan keuangan. Rekomendasi lainnya masih belum dapat dirasakan dan ada tindak lanjut yang lebih jelas," katanya.

Disini, sambung Heri dibutuhkan optimalisasi sinergi BPK dan institusi eksternal untuk mewujudkan tindakan preventif dalam rangka minimalisasi penyalahgunaan keuangan negara, melalui peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan assurance/review dalam tahap perencanaan penggunaan keuangan negara guna sinergi untuk memperbaiki negeri.

"BPK harus menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas," ucap Politisi dari Dapil Jabar IV ini.

Sekadar informasi, malam ini akan diputuskan melalui pola pemilihan untuk menetapkan satu orang anggota BPK dari 23 calon pelamar. (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya