Fatwa MUI Soal Pembakaran Hutan Jangan Sepihak

Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Hamka
Sumber :

VIVA.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan fatwa tentang pembakaran hutan. Fatwa ini sendiri merupakan permintaan mendesak dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

MUI: Tetangga Banyak Kena COVID-19, Salat Jumat Boleh Diganti Zuhur

Menanggapi hal itu, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahmat Hamka mengatakan pada prinsipnya substansi fatwa MUI dapat dipahami, tapi hal tersebut tidak menyelesaikan masalah dan terkesan sepihak.

"Kalau dilakukan korporasi kita sepakat tidak ada alasan apapun harus ditindak tegas, tapi kalau menyangkut masyarakat kecil perorangan yang mana pemerintah dalam hal ini baik pusat maupun daerah belum memberikan solusi secara masif, bgmn melakukan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB), blm ada klhtan program dilapangan," ujarnya saat diwawancarai, Kamis 15 September 2016.

Fatwa MUI Sebut Mata Uang Kripto Haram, Mengapa Jadi Kontroversi?

Menurut Rahmat, harusnya MUI juga mendesak pemerintah untuk dapat membuat program secara masif kepada masyarakat sampai di desa.

"Apakah dengan mekanisasi alat berat disertai cara kimiawi ramah lingkungan dan atau teknologi lainnya sebagai solusi dari dilarangnya dan diharamkannya membakar," ujar anggota Komisi II dari Dapil Kalteng ini.

5 Hal Seputar Ahmad Zain An Najah, Anggota MUI yang Ditangkap Densus

Dijelaskan Rahmat, jangan sampai masyarakat yang selama ini ketergantungan dengan cara pengolahan lahan selama ini dengan membakar jadi bingung dan resah dengan diharamkannya oleh fatwa MUI.

"Berarti hasil pertanian mereka seperti padi dan lainnya jadi haram juga. Pemerintah jangan arogan, Fatwa MUI jangan sepihak," katanya.

Berikut enam ketentuan hukum yang berupa fatwa MUI, terkait pembakaran hutan berikut ini:
1. Melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan dan dampak buruk lain, hukumnya haram.

2. Memfasilitasi, membiarkan, dan atau mengambil keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka satu, hukumnya haram.

3. Melakukan pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka satu, merupakan kejahatan dan pelakunya dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kerusakan hutan dan lahan yang ditimbulkannya.

4. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya wajib.

5. Pemanfaatan hutan dan lahan pada prinsipnya boleh dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
    a. Memperoleh hak yang sah untuk pemanfaatan
    b. Mendapatkan izin pemanfaatan dari pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
    c. Ditujukan untuk kemaslahatan
    d. Tidak menimbulkan kerusakan dan dampak buruk, termasuk pencemaran lingkungan

6. Pemanfaatan hutan dan lahan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud pada angka lima, hukumnya haram.

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Huzaimah Tohido Yanggo, membenarkan hukum yang mengatur pembakaran hutan di Indonesia sendiri memang sudah ada dan tertuang dalam UU. Maka itu, ia menekankan fatwa MUI ini akan menjadi ketentuan hukum tambahan yang diambil dari sisi moral, yang penentuannya didasarkan atas Alquran dan hadits.

"Fatwa MUI ini akan mengikat dari sisi moral, dan tentu didapati dari pertimbangan Alquran dan hadits," kata Prof Huzaimah di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa 13 September 2016.  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya