Komisi VII: Ada Kesalahan Dalam Tata Kelola Migas

Anggota Komisi VII DPR Kurtubi.
Sumber :

VIVA.co.id – Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan, ada kesalahan dalam tata kelola minyak dan gas bumi sehingga menimbulkan tindakan korupsi.

Jajaki Potensi Blok Migas Internasional, Pertamina Gandeng ENI

"Perlu perbaikan dalam tata kelola migas agar produksi minyak tidak anjlok luar biasa. Yang harus diubah UU Migas, sekarang revisi UU Migas dilakukan Komisi VII DPR RI," kata Kurtubi lewat keterangan tertulisnya, Kamis 15 September 2016.

Menurutnya, jika pemerintah menganggap revisi UU Migas di Komisi VII lamban maka disarankan agar pemerintah mengeluarkan Perppu untuk mempercepat.

ESDM Tetapkan Petronas Pemenang Lelang Blok Migas di Papua Barat, Ada Potensi 6,8 Miliar Barel

"Yang salah pengelolaan migas dikelola pemerintah sehingga pemerintah yang berkontrak dengan perusahaan asing," katanya.

Ia mengatakan pemerintah tidak boleh berbisnis. Selain menyebabkan kedaulatan hilang, negara juga rugi kalau pemerintah yang mengelola karena tidak bisa menjual migas ke luar negeri.

5 Blok Migas Belum Laku Dilelang di 2023, ESDM Siapkan Mekanisme Penawaran Langsung

"Harus menunjuk pihak ketiga. Ini lubang korupsi di situ dengan menunjuk pihak ketiga," katanya.

Kurtubi mengatakan seharusnya pemerintah menyerahkan pengelolaan migas ini pada perusahan negara, seperti BUMN sehingga bisa menjual sendiri migas ke luar negeri.

"Semua orang mengetahui butuh solusi, yakni investasi. Namun, urut-urutan kebijakan investasi juga harus tepat dan tidak membuka celah untuk korupsi. Hambatan besar investasi migas itu karena dicabut asas lex specialis dalam industri nasional. Pasal 31 UU Migas mencabut lex specialis, ini biang keladi, industri migas kita hancur," katanya.

Ia mengatakan, dampak dicabut UU ‘lex specialis’ itu adalah investasi migas harus membayar pajak dan pungutan, meskipun belum menemukan minyak.

"Itu beda dengan UU sebelumnya. UU Migas ini, lex specialis, tidak tunduk pada UU Pajak. Karena kita berkontrak dengan perusahaan asing, bagi hasilnya jelas, misal 15 persen dia (asing), kita 85 persen. Di situ juga sudah ada unsur pajak," katanya.  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya