Politikus Golkar Ajak Konstituen Bayar Pajak

Politikus Partai Golkar, M Misbakhun.
Sumber :
  • ANTARA/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id - Anggota Fraksi Partai Golkar DPR, Mukhamad Misbakhun, mengajak konstituennya membayar pajak jika ingin menjadi bangsa yang merdeka. Pajak yang dibayarkan, menurut Misbakhun, digunakan untuk kesejahteraan rakyat, seperti membangun sekolah di desa, membangun jembatan dan jalan, pelabuhan, membayar gaji guru, gaji TNI, hakim, dan sebagainya.

Pertanyakan Program Tax Amnesty, Mahfud MD: Enggak Jelas Hasilnya!

"Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang membiayai semua operasional pembangunan bangsanya dengan mandiri dari pajak dan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri," kata Misbakhun, di Jakarta, Senin, 5 September 2016.

Selama ini, kata Misbakhun, Indonesia masih terbelit persoalan akut di sektor perpajakan, yakni sempitnya data wajib pajak. Akibatnya, target penerimaan negara dari sektor perpajakan kerap tidak tercapai.

Kemenkeu Tegaskan Tidak Akan Ada Program Pengampunan Pajak Lagi

Puncaknya pada 2015 lalu, penerimaan pajak hanya 82 persen dari target yang dibuat di APBN. Di lain sisi, penerimaan pajak merupakan tulang punggung pembiayaan negara.

"Berdasarkan komposisi penerimaan negara, 78-82 persen pembiayaan pembangunan ditopang pemasukan dari sektor perpajakan," kata anggota Komisi XI DPR itu.

DJP Tegaskan Tax Amnesty Jilid II Ditegaskan Tak Langgar Aturan Pajak

Menurut Misbakhun, kehadiran UU No. 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty menjadi jalan keluar dari sejumlah persoalan akut sektor perpajakan tersebut. Amnesti pajak memungkinkan adanya perbaikan di sektor perpajakan.

Misalnya, perbaikan data wajib pajak hingga masuknya ribuan triliun dana warga negara Indonesia (WNI) yang selama ini disembunyikan di luar negeri (dana repatriasi).

"Nantinya dana tersebut bisa masuk ke berbagai sektor untuk mempercepat pembangunan nasional," ujarnya lebih lanjut.

Misbakhun menambahkan bahwa Tax Amnesty adalah bagian dari gagasan revolusi mental Presiden Jokowi. Meskipun demikian, dia mengatakan kebijakan itu merupakan kebutuhan negara, bukan presiden yang sedang berkuasa.

"Ini kebutuhan negara yang mendasar. Kalau kita ingin negara berdaulat membiayai pembangunan, Ini kebutuhan negara, bukan presiden. Adalah tugas kita bersama untuk membangun kemandirian bangsa sebagaimana visi Nawacita Presiden Jokowi."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya