Wajib Cuti Kampanye Bagi Petahana Dinilai Kikis Kedaulatan

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berjalan usai mengikuti sidang perdana di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (22/8/2016).
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menilai adanya kewajiban cuti kampanye kepala daerah petahana seperti diatur Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017 adalah hal yang tidak baik.

Peraturan soal Cuti Kampanye Untungkan Jokowi

Pasal 34 ayat (2) Undang-undang Administrasi Pemerintah mengatur Menteri Dalam Negeri bisa melakukan penunjukan Pelaksana Tugas (Plt.) saat kepala daerah berhalangan melaksanakan tugas, seperti saat mengambil cuti demi memenuhi amanat UU Nomor 10 Tahun 2016 untuk berkampanye.

Refly mengatakan, karena bukan hal yang tidak bisa dihindari (kepala daerah masih bisa melaksanakan tugasnya), dipimpinnya suatu daerah oleh orang yang tidak memiliki mandat seharusnya tidak terjadi.

Plt Gubernur DKI Yakinkan Ahok Tak Usah Khawatir Soal APBD

"Saya mengatakan, pejabat-pejabat (Kementerian Dalam Negeri) itu bukan orang yang mendapatkan mandat langsung dari rakyat," ujar Refly dalam sebuah acara diskusi di kawasan Jalan Gatot Subroto, Minggu, 4 September 2016.

Refly mengatakan hal yang lebih tidak baik adalah jika di satu daerah misalnya, baik Gubernur maupun Wakil Gubernur sama-sama maju di Pilkada. Kedaulatan rakyat yang menjadi dasar negara demokrasi seperti Indonesia menjadi hilang.

Ahok Tak Tahu Siapa Penggantinya Selama Cuti

Hal itu bisa terjadi di Jakarta di mana baik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat telah sama-sama menyatakan akan maju di Pilkada. Bila ketentuan cuti kampanye petahana seperti diatur UU Nomor 10 Tahun 2016 tetap berlaku, Ahok, sapaan akrab Basuki, yang dipilih rakyat Jakarta menjadi kepala daerah mereka sejak tahun 2012 tidak akan lagi melaksanakan amanat rakyat.

Begitu pula Djarot yang dipilih Ahok menjadi wakilnya pada bulan November 2014. "Kita melihat bahwa ada potensi kekosongan jabatan di seluruh Republik Indonesia kalau mereka harus cuti. Menurut saya, harusnya, tidak boleh ada kekosongan-kekosongan seperti itu. Apalagi, yang bersangkutan sesungguhnya masih bisa bekerja. Baik kepala daerah maupun wakil kepala daerah," ujar Refly.

(ren)

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya