Tax Amnesty Sasar Konglomerat, Jangan Rakyat Kecil

Ade Komarudin.
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA.co.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin mengomentari pelaksanaan Undang Undang (UU) Tax Amnesty yang dianggap melenceng dari tujuan dan justru membebani masyarakat bukan ke para konglomerat. Ade mengklaim sudah menyampaikan persoalan tersebut ke Dirjen Pajak untuk sosialisasi.

Pertanyakan Program Tax Amnesty, Mahfud MD: Enggak Jelas Hasilnya!

"Saya mengimbau para pengusaha besar yang menyimpan uang di luar negeri untuk kembali membawa uangnya tersebut balik ke Indonesia," kata Ade di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2016.

Ia meminta pemerintah tegas dalam pelaksanaan aturan Tax Amnesty. Ia mempertanyakan kenapa justru orang-orang yang tak berdaya yang diincar untuk melaksanakan Tax Amnesty.

Kemenkeu Tegaskan Tidak Akan Ada Program Pengampunan Pajak Lagi

"Apakah karena ketidakmampuan menghadapi konglomerat yang besar-besar itu? Sehingga kalau konglomerat gampang komunikasi dengan mereka?," kata Ade.

Ia juga mengimbau para konglomerat yang memarkirkan uangnya di luar negeri untuk mempunyai kesadaran agar membawa balik uangnya ke dalam negeri.

DJP Tegaskan Tax Amnesty Jilid II Ditegaskan Tak Langgar Aturan Pajak

"Mereka hidup, besar, dan kaya di Indonesia. Tolonglah mereka ada kesadaran. Jangan misalnya, saya sudah dicuci kok dengan UU ini, uangnya tak usah dibalikkan. Cukup saja apa yang harus dibayar dengan pajak, saya bayar. Artinya deklarasinya doang, tapi uangnya tak dibawa balik," kata Ade.

Padahal, menurutnya, uang orang Indonesia yang dibawa balik ke dalam negeri bisa memicu pertumbuhan dengan investasi. Sehingga ada pergerakan ekonomi masyarakat.

"Tolong dijalankan UU Tax Amnesty. UU itu memberikan kesempatan pengampunan pajak ada waktunya. Itu berarti mereka harus manfaatkan waktu yang terbatas itu daripada didenda 200 persen pada April tahun depan," kata Ade.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bahri berencana akan mengajukan gugatan UU Tax Amnesty ke MK. Sebabnya, masyarakat biasa justru yang diwajibkan mengikuti program ini, bukannya konglomerat yang memarkirkan uangnya di luar negeri.

Padahal masyarakat biasa sebenarnya tak punya kesalahan seperti yang dilakukan pengusaha yang menyimpan uangnya di luar negeri. Hal ini dinilai membebani masyarakat. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya