Pengamat: Sri Mulyani Rentan Konflik dengan Menteri Parpol

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Pengamat politik pada Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi, menilai perombakan kabinet (reshuffle) adalah upaya Presiden Joko Widodo meredam konflik internal pemerintahannya.
Ini Strategi Menkeu Soal Pangkas Anggaran Daerah
 
Airlangga mencatat nama Rizal Ramli yang dicopot dan digantikan Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, Rizal selama ini memang sering memunculkan polemik di internal kabinet. Sejumlah pernyataannya pun dianggap membuat suasana kabinet kurang nyaman.
Sindiran Menkeu Sri ke Wajib Pajak di BEI
 
"Yang seperti itu akhirnya membuat Jokowi berusaha melakukan peredaman," kata Airlangga kepada VIVA.co.id di Surabaya pada Rabu 27 Juli 2016.
Tarif Pajak RI Bakal Diturunkan?
 
Kepala Negara, katanya, juga berusaha menunjukkan diri lepas dari tekanan parpol. Sikap itu, terbukti dengan masuknya sejumlah teknokrat dalam kabinetnya. “Misalnya, dengan akan dimasukkannya Sri Mulyani (menteri keuangan).”
 
Dia berpendapat, masuknya kalangan teknokrat seperti Sri Mulyani tak serta-merta membuat pemerintahan efektif. Soalnya, potensi konflik tetap akan muncul. Hal itu berkaitan dengan dua partai politik (parpol) besar yang bergabung dan mendapatkan jatah menteri, yakni PAN dan Golkar. Kedua parpol itu ditenggarai mengajukan syarat yang tidak mudah bagi Jokowi.
 
"Makanya, mereka pasti juga akan minta jatah menteri, dan membuat kabinet menjadi gemuk," kata Airlangga.
 
Konflik antaranggota kabinet akan menajam, ketika terjadi gesekan kepentingan antara parpol dengan menteri dari kalangan teknokrat, atau profesional. Airlangga memperkirakan, konflik yang paling mudah muncul antara Sri Mulyani dengan menteri kalangan parpol.
 
"Sri Mulyani terkenal sangat disiplin dengan anggaran. Hal ini, tentunya akan membuat kalangan parpol dan legislatif tidak senang," ujarnya.
 
Masalah lain adalah masuknya Wiranto, Ketua Umum Hanura, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Hal itu akan menimbulkan gesekan dengan kalangan pro demokrasi.
 
"Seperti yang kita ketahui, Wiranto itu lekat dengan kenangan masalah HAM era Orde Baru. Jelas, itu menimbulkan kekecewaan dari kalangan pro demokrasi yang selama ini mendukung Jokowi," kata Airlangga.
 
Jokowi, Airlangga menyarankan, harus menemukan formula lain untuk meredam potensi konflik itu. "Tetapi, menurut, saya sampai sekarang Jokowi belum menemukannya.” (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya