Anggota Komisi XI: Kinerja BPJS Buruk, Tak Pantas Dapat PMN

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan
Sumber :

VIVA.co.id – Dalam APBN-P 2016, pemerintah mengajukan PMN kepada BPJS sebesar Rp6,83 triliun. Pemerintah menyatakan PMN tersebut akan digunakan untuk menjaga kecukupan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan karena tidak seimbangnya antara jumlah iuran yang dibayarkan peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS.

DPR Setujui Pagu Indikatif Kemensos 2021 Sebesar Rp62,024 Triliun

Atas hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mengatakan bagaimana mungkin harus menyuntikkan uang rakyat pada sebuah institusi punya defisit keuangan yang relatif besar.

"Dari data yang ada sepanjang tahun 2016, BPJS diperkirakan mengalami defisit keuangan Rp10 triliun. Jumlah itu dua kali lipat lebih besar dibanding tahun lalu yang mencapai Rp5 triliun," ujarnya di Komplek Parlemen, Selasa 26 Juli 2016.

Demokrat: Jika RUU HIP Bertujuan Mulia, Enggak Mungkin Rakyat Bereaksi

Heri menambahkan, tidak ada alasan kuat dan meyakinkan BPJS harus diberi PMN. Selain itu, banyak keluhan yang muncul terkait buruknya pelayanan BPJS.

"Ombudsman mencatat, hampir 50 persen dari aduan masyarakat kepada BPJS terkait dengan penyelenggaraan pelayanan yang buruk di daerah-daerah. Semua persoalan itu tidak pernah bisa dibereskan," ujarnya.

Tidak Virtual DPR Rapat dengan Menhan Prabowo dan Panglima TNI

Masalah BPJS tidak berhenti di situ, menurut Heri di beberapa aspek muncul masalah juga seperti pola rujukan rumah sakit yang tidak jelas, kasus penghentian layanan rawat jalan, proses pengambilan obat yang lama, hingga pemeriksaan laboratorium yang tidak ditanggung. Ringkasnya, dari hasil kajian sistemik Ombudsman atas pelayanan BPJS, ditemukan berbagai persoalan yang terkait dengan pelayanan dan operasional kesehatan.

"Pertanyaan mendasar muncul, “haruskah institusi yang gagal melayani  harus ditolong rakyat?” Hal aneh lain yang harus disorot adalah status WTP yang diperoleh BPJS. Total sudah 24 kali BPJS mendapat WTP dari Kantor Akuntan Publik atas Audit Laporan Kauangan Dana Jaminan Sosial (DJS). Terakhir, tahun 2015 lalu BPJS juga mendapat predikat WTP itu," ujar eks Wakil Ketua Komisi VI itu.

Heri menambahkan, yang jadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin sebuah institusi yang berkali-kali mendapat WTP memiliki manajemen kinerja yang buruk? Patut juga dipertanyakan kinerja dan cara mengaudit dari Akuntan Publik yang melakukan audit tersebut.

"Sebab itu, sebelum proposal PMN dibahas, banyak pekerjaan rumah yang mesti dipertanggungjawabkan oleh BPJS sehingga kita bisa percaya bahwa institusi itu clear and clean," kata Politisi Gerindra ini.

Oleh karena itu Heri menyarankan, beberapa langkah yang harus dilakukan adalah:
Pertama, BPJS harus mampu memberikan penjelasan terkait proses operasional dan pelayanannya yang buruk.

Kedua, perlu dilakukan kajian yang lebih holistik terkait kinerja keuangan BPJS.

Ketiga, BPK perlu melakukan audit investigasi atas BPJS terutama terkait kinerjanya yang bermasalah.

"Setelah semua itu beres, baru uang rakyat di PMN yang tidak sedikit itu kita bahas. Belum lagi, PMN yang diberikan menjadi kontraproduktif dengan gembar-gembor penghematan kementerian/lembaga dan daerah untuk efisiensi. Ini justru diberikan kepada sebuah institusi yang tidak efisien," jelasnya.

Oleh karena itu, sekali lagi, Menurut Heri selama hal-hal tersebut tidak mendapat penjelasan yang meyakinkan, dan tidak dipenuhi, maka sepertinya BPJS belum pantas untuk mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN).   (Webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya