Pansus RUU Terorisme Lakukan Kunjungan ke Tiga Daerah

Anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani.
Sumber :

VIVA.co.id – Panitia khusus (Pansus) revisi UU Terorisme melakukan kunjungan kerja ke tiga daerah, yakni Poso di Sulawesi Tengah, Bima di Nusa Tenggara Barat dan Solo di Jawa Tengah.

DPR Setujui Pagu Indikatif Kemensos 2021 Sebesar Rp62,024 Triliun

Hal itu dilakukan guna menyerap aspirasi masyarakat terkait revisi UU Terorisme yang akan dibahas Komisi III DPR.

Anggota Komisi III yang juga anggota Pansus revisi UU Terorisme, Arsul Sani mengungkapkan, saat ini RUU tersebut akan segera memasuki tahap penyusunan Daftar Investaris Masalah (DIM) oleh seluruh fraksi di DPR.

Pejabat Bea Cukai Terlibat Narkoba, Polri Diminta Tindak Tegas

"Revisi UU Terorisme akan segera memasuki tahapan penyusunan DIM oleh fraksi-fraksi. Tentu DIM tersebut akan mencakup masukan-masukan dan permasalahan yang diterima serta disampaikan kepada Pansus maupun fraksi-fraksi di luar rapat atau kegiatan Pansus. Antara lain termasuk yang diterima dari hasil kunjungan ke tiga daerah, yakni Poso, Bima dan Solo," ujar Arsul di komplek Parlemen, Senin 25 Juli 2016.

Dalam kunjungan tersebut, Pansus RUU Terorisme turut mendatangi ormas Islam (MUI, NU, Muhammadiyah dan HTI), kalangan pesantren termasuk dari Ponpes Ngruki, akademisi dari UNDIP, Pangdam, Kapolda, Wagub, Wawali Solo, serta BIN daerah.

Demokrat: Jika RUU HIP Bertujuan Mulia, Enggak Mungkin Rakyat Bereaksi

Menurut Arsul banyak yang mendukung revisi UU Terorisme. Namun terdapat dua hal yang perlu diperhatikan terkait penyusunan RUU Terorisme.

"Pertama, peran serta masyarakat dalam upaya-upaya pencegahan terutama kegiatan deradikalisasi hendaknya lebih ditingkatkan dan diperhatikan. Karena masyarakatlah yang sehari-hari berada di tengah-tengah dan menghadapi mereka-mereka yang menyebarkan paham radikal," ujarnya.

Yang penting kedua, kata Arsul, jika revisi tetap harus memperhatikan perlindungan HAM baik mereka yang diduga tersangkut maupun yang menjadi korban. Dalam konteks ini, menurut Arsul, maka kekerasan oleh aparat tidak boleh lagi terjadi kecuali dalam situasi di mana ada perlawanan yang membahayakan masyarakat.

Pansus RUU Terorisme juga turut meminta masukan soal pelibatan TNI dalam memberantas terorisme kepada kalangan akademik.

"Intinya pelibatan TNI diakui memang diperlukan dalam situasi tertentu. Namun tidak boleh keluar jauh dari UU 34/2004 tentang TNI dan UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara," katanya.

Pelibatan TNI, disampaikan Arsul, juga tidak boleh menggeser paradigma pemberantasan terorisme dari basis proses peradilan pidana menjadi pendekatan perang atau keamanan nasional (internal security).  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya