Ambang Batas Parlemen Naik, Tak Jamin Penyederhanaan Partai

Ilustrasi bendera partai-partai politik beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Antara/ Fanny Octavianus

VIVA.co.id - Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) yang tinggi diusulkan untuk menyederhanakan partai politik. Sejumlah partai ingin angka 3,5 saat ini ditingkatkan menjadi 7, atau bahkan 9 persen.

Ketua MK Sebut UU Pemilu dan UU Cipta Kerja Paling Sering Digugat

Namun, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai usulan itu belum tentu akan menyederhanakan sistem multipartai di Indonesia. Mereka berkaca pada pemilu sebelumnya.

"Pada Pemilu 2009 dengan besaran PT 2,5 persen, menghasilkan 9 partai politik yang duduk di kursi DPR. Sedangkan dari 12 partai politik peserta pemilu nasional di Pemilu 2014 dengan besaran PT 3,5 persen, malah bertambah menghasilkan 10 partai politik yang berhasil memperoleh kursi di DPR," kata Deputi Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, di Gandaria, Jakarta Selatan, Minggu, 24 Juli 2016.

Demokrat Tetap Mendesak Bahas Revisi UU Pemilu

Karena itu, Perludem menilai peningkatan besaran PT dari Pemilu 2009 ke Pemilu 2014 gagal menyederhanakan konsentrasi kursi partai politik di parlemen menjadi sistem kepartaian 'multipartai sederhana', dengan jumlah maksimal lima parpol relevan di DPR.

Selain itu, peningkatan besaran PT juga disebut berpotensi menimbulkan disproporsionalitas atau jumlah suara yang terbuang. Karena cara bekerja dari PT adalah memangkas secara langsung parpol yang tidak mampu meraih suara minimal untuk diikutsertakan menjadi kursi di parlemen.

Demokrat Tanya Alasan Jokowi Konsen Revisi UU ITE daripada UU Pemilu

"Tentunya berdampak pada terbuangnya secara sia-sia suara masyarakat yang memilih partai politik tersebut di balik bilik suara," ujar Khoirunnisa.

Menurut dia, ada langkah lain yang bisa dilakukan untuk menyederhanakan jumlah parpol di parlemen. Salah satu caranya yaitu dengan memperkecil jumlah alokasi kursi per daerah pemilihan. Hal itu bisa meminimalisir jumlah suara yang terbuang di bilik suara.

"Hal ini karena cara bekerja dari alokasi daerah pemilihan tidak memangkas partai politik untuk diikutsertakan dalam penghitungan suara, jika tidak mampu meraih angka minimal perolehan suara atau PT," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya