VIVAnews - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terpaksa menghentikan laporan tindak pidana pemilu terkait adanya aliran dana asing yang masuk ke sejumlah tim kampanye nasional kandidat pasangan presiden dan wakil presiden.
Temuan tersebut tidak diteruskan ke polisi sebagai pidana pemilu.
Sebab, batas waktu penanganan pelanggaran pidana pemilu tidak terpenuhi.
"Menjadi kadaluwarsa," kata Anggota Bawaslu Wirdyaningsih, saat jumpa pers di Hotel Sahid, Jalan Sudirman, Jakarta, Senin, 3 Agustus 2009.
Mengapa kadaluwarsa? "KPU terlambat memberi salinan laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye pasangan calon presiden antara lain pasangan SBY-Boediono kepada Bawaslu," ujar dia.
Pasangan calon menyerahkan laporan itu pada 18 Juli 2009. Seharusnya, Bawaslu langsung mendapat akses data tersebut. Namun, baru mendapatkan pada 22 Juli.
Batas dapat ditindak pada 29 Juli 2009. Meski tidak meruskan ke kepolisian, Bawaslu meminta KPU meminta pertanggungjawaban administratif.
"KPU setidaknya harus meminta pasangan calon SBY-Boediono untuk menyetorkan sumbangan Rp 3 miliar dari PT. BTPN ke kas negara," ujarnya.
Aliran dana asing diduga masuk ke pasangan SBY-Boediono dari PT Bank Tabungan dan Pensiun Nasional Tbk (BTPN) yang nilainya mencapai Rp 3 miliar. Mayoritas saham Bank itu dimiliki Texas Pacific Group.
Selain Tim SBY, dugaan menerima aliran dana asing juga ada pada pasangan Mega-Prabowo, dari PT Kiani Kertas. "Saham perusahaan itu juga dimiliki asing," ujarnya.
Sementara itu pasangan JK-Wiranto diduga melanggar administrasi, yakni beberapa penyumbang tidak menyertakan NPWP.
Bawaslu meminta KPU menindaklanjuti pelanggaran itu ke ditjen pajak.