JK Mengaku Lagi Dilema Soal Bebaskan WNI dari Abu Sayyaf

Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengaku bahwa pemerintah kini tengah menghadapi dilema dalam upaya membebaskan warga negara Indonesia (WNI) yang, lagi-lagi disandera di Filipina oleh kelompok Abu Sayyaf dan sempalannya. Ini sudah kesekian kali dalam beberapa bulan terakhir, WNI jadi sandera Abu Sayyaf, yang selalu minta uang tebusan. Kali ini ada sepuluh orang yang ditahan.

Satu WNI Masih Disandera, Kelompok Abu Sayyaf Diburu

"Dalam tiga hingga empat bulan penyanderaan, ada 10 WNI yang masih ditawan. Pemerintah punya kesulitan dan dilema pilihan (cara pembebasan)," ujar JK di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Jawa Barat, Senin 18 Juli 2016.

Dilema tersebut yakni soal menggunakan cara-cara pembebasan melalui diplomasi atau lewat operasi militer.

Viral Video WNI Disandera Abu Sayyaf, Kemlu Upayakan Pembebasan

"Kalau kami negosiasi yakin (WNI) akan pulang. Kalau mau menyerang tak mudah. Undang-undang Filipina tak izinkan itu," kata JK.

JK juga berujar, jika warga negara Filipina disandera di Indonesia, hal yang sama akan terjadi bahwa pemerintah tak akan mengizinkan militer Filipina lakukan operasi di Tanah Air.

Samsul Saguni, WNI yang Disandera Kelompok Bersenjata Filipina Bebas

"Kalau itu di Indonesia, (pasukan militer) negara lain juga tak akan diizinkan lakukan operasional yang sama di Indonesia," ungkap JK.

Untuk itu, JK meminta pemerintah Filipina agar serius dalam membebaskan 10 WNI yang masih disandera tersebut.

JK juga kembali mengingatkan akan menghentikan suplai batu bara Indonesia ke Filipina jika negara jajahan Amerika Serikat tersebut tak bisa menjamin keamanan WNI yang melakukan pengiriman batubara.

"Selama Filipina tak menjamin WNI kita maka kita tak kirim batu bara ke Filipina," tegas JK.

Sebelumnya JK juga mengatakan hal yang sama bahwa pemerintah Indonesia mengancam akan menghentikan pengiriman batu bara ke Filipina. Penghentian pengiriman batu bara dinilai akan merugikan Filipina yang membutuhkannya untuk sumber energi listrik di hampir separuh wilayah bagian selatan negara itu.
 

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya