UU Pemilu Dianggap Gagal Sederhanakan Parpol

Ilustrasi Sidang Paripurna DPR
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat

VIVA.co.id – Lima belas tahun sejak era reformasi dianggap belum berhasil mengubah sistem partai di Indonesia. Kegagalan itu akhirnya berdampak pada hasil dari pemilihan presiden, legislatif hingga kepala daerah.

Ketua MK Sebut UU Pemilu dan UU Cipta Kerja Paling Sering Digugat

"Upaya menyederhanakan partai gagal,” kata Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto pada Seminar Kodifikasi Undang-Undang Pemilu di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu 15 Juni 2016.

Menurutnya, hasil dari sebuah proses pemilihan presiden, kepala daerah maupun legislatif harusnya mampu meningkatkan partisipasi politik rakyat dan menghasilkan sistem presidensial yang efektif, namun ini berbeda dengan kenyataannya.

Demokrat Tetap Mendesak Bahas Revisi UU Pemilu

"Perlu dilakukan rekayasa pemilu dalam konteks yang positif hingga menghasilkan sistem partai yang sederhana," ujarnya.

Didik mengatakan, penyederhanaan partai tersebut bisa dilakukan dengan mengatur kembali besaran daerah pemilihan, mengatur ambang batas perwakilan dan membuat kembali formula perolehan kursi partai.

Demokrat Tanya Alasan Jokowi Konsen Revisi UU ITE daripada UU Pemilu

"Tujuan ambang batas perwakilan adalah menyeleksi partai politik peserta pemilu. Banyaknya partai peserta pemilu membingungkan pemilih dan menelan banyak dana," ungkapnya.

Selain itu, tujuan membatasi ambang batas perwakilan juga untuk mengurangi jumlah partai di parlemen. Sebab dengan banyaknya partai di parlemen malah meningkatkan fragmentasi dan menyulitkan pengambilan keputusan.

"Ini seperti yang terjadi dalam pemerintahan saat ini. Di mana kebijakan pemerintah belum tentu mulus disetujui oleh DPR." 

Agar kinerja pemerintah dan parlemen parlemen bisa efektif, ujar dia, maka sistem kepartaian harus disederhanakan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan merevisi kembali Undang-Undang Pemilu.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya