FPI Tuding Indonesia Lebih Parah dari Amerika Serikat

Juru Bicara FPI, Munarman
Sumber :
  • Facebook Munarman

VIVA.co.id – Revisi Undang Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam sesi mendengarkan masukan terkait revisi, DPR menerima sejumlah pihak termasuk dari Front Pembela Islam (FPI).

MUI Minta Revisi UU Terorisme Perhatikan Aspek Keadilan

FPI menilai masih ada hal bias dalam draft revisi UU tersebut. FPI menyoal klausul soal seseorang yang terkait kelompok yang dicap kelompok teroris maka akan otomatis disebut teroris. Menurut FPI, harus ada mekanisme yang jelas soal yang dimaksud dengan kelompok teroris.  

"Ada individu yang masuk daftar terorisme tapi Indonesia dapat daftar itu dari PBB. PBB dari siapa, ya Amerika karena Amerika memiliki keistimewaan dalam PBB. Jadi sebetulnya yang diterima Indonesia, data yang dibuat pihak luar," kata Juru Bicara FPI, Munarman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 31 Mei 2016.

DPR Ingatkan Terorisme adalah Respons Kegagalan Negara

Padahal kata dia, bisa saja seseorang hanya ikut mengaji atau ibadah bersama dengan kelompok yang dituding teroris.

Poin selanjutnya yang dikiritisi FPI adalah usulan untuk mencabut kewarganegaraan WNI yang terlibat terorisme. Menurut Munarman, sikap Indonesia tersebut lebih dari negara Amerika Serikat (AS) sekalipun. AS kata dia tengah melepas tahanan Guantanamo dan membujuk agar negara-negara Timur Tengah mengembalikan status kewarganegaraan mantan tahanan, Indonesia malah ingin memberlakukan hal sebaliknya.

Pansus Revisi UU Terorisme Undang Pemuka Agama

"Ini Undang Undang mau dibawa ke mana kalau secara resmi negara mendesain orang untuk tidak memiliki kewarganegaraan. Ancaman stateless dalam RUU ini sangat tidak layak karena bertentangan dengan hukum internasional," ungkapnya.

FPI juga meminta agar tidak ada metode penyiksaan dan pemerasan kepada tahanan teroris. Terduga teroris kata dia harus tetap diperlakukan sesuai dengan Konvensi Internasional yang berlaku.

"Enggak boleh disiksa, diperas informasinya. Coba bapak (anggota DPR) mewawancarai para teroris di Mako Brimob atau lembaga-lembaga pemasyarakatan. Tanya aja, waktu ditangkap disiksa enggak," kata Munarman dengan suara keras.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya