JK: Sebelum Otda Diperluas, Jamban pun Dibuat Seragam

Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/OIC-ES2016/Wisnu Widiantoro/pras/par/16.

VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingat kembali memori saat otonomi daerah belum diberlakukan dalam sistem pemerintahan Indonesia saat ini.

DPR Minta Pemerintah Segera Sahkan DOB Kabudaya

"Pada zaman dulu, waktu kita sentralistik dan sekaligus otoriter, maka hampir semua masalah diputuskan dan diatur dari atas," kata JK di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa 26 April 2016.

Ia mencontohkan semua sekolah inpres dari Aceh hingga Papua memiliki bentuk yang seragam dengan jalan-jalan di atasnya. Lalu jalan, puskesmas bahkan jamban pun diatur seragam dan dicat warna kuning.

Usulan 222 Daerah Otonomi Baru Ditolak, Madura Ikut Gagal

"Begitu urusan otonomi dibagi macam-macam. Kita tidak bisa mengukur keseragaman, tapi yang seragam ialah inovasi, kreativitas," kata JK.

Ia menambahkan otonomi daerah berbeda dengan sistem sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi yang berkuasa memberikan arahan. Arahan itu yang dilakukan oleh Harmoko dulu setiap bulan sesuai petunjuk dari presiden.

DPD: Soal Pembentukan DOB, Pemerintah Konservatif

Dalam peringatan 20 tahun otonomi daerah itu, JK mengungkapkan awal otda diperluas pada 1998 dimulai dengan TAP MPR Nomor 15 Tahun 1998. Setelah jatuhnya Presiden Soeharto, keinginan sidang MPR hanya satu yaitu bagaimana mempercepat pemilu.

"Namun, dalam beberapa pembicaraan itu tentu lebih demokratis. Saya sebagai ketua forum utusan daerah mengatakan Anda semua di Jakarta ingin mempercepat pemilu, kami di daerah ingin percepat otda. Jadi, pembicaraannya terbagi dua tentang pemilu dan otda," kata JK.

Ia melanjutkan, saat itu, Jenderal Widodo bertanya apakah utusan daerah memiliki konsep otda. Padahal, saat itu belum ada konsepnya. Ia pun diminta memaparkan konsepnya keesokan harinya.

"Saya konsultasi dengan dua orang saja. Bagaimana konsep pemerintahan dan keuangan di otda. Pagi saya masukkan konsepnya. Setelah banyak perubahan, jadilah TAP Nomor 15 Tahun 1998 yang menurun menjadi undang-undang (UU). Karena, waktu itu apa pun UU harus ada cantolannya," kata JK.

Konsepnya saat itu lebih pada otonomi provinsi. Tapi, dengan berbagai pertimbangan, otonomi menjadi double dan turun ke tingkat dua. Hal itu sempat membingungkan. Tapi, dinamika dan perubahan tersebut yang akhirnya dihadapi dewasa ini.

"Otda adalah suatu keharusan sejalan dengan perubahan mendasar sistem perpolitikan kita dari sentralistik ke desentralistik atau otonom. Itu arah perjalanan kita semua, pemerintahan ini yang kita harus pahami dan jalankan," kata JK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya