Jusuf Kalla Ungkap Cerita di Balik Otonomi Daerah

Ketua DPR Ade Komarudin dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat

VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, peringatan 20 tahun otonomi daerah (otda) memberikan makna otda bukan hanya pada zaman reformasi. Menurut JK, sebelum era reformasi, otonomi daerah lebih terbatas dan setelah reformasi diperluas.

DPR Minta Pemerintah Segera Sahkan DOB Kabudaya

"Sebelumnya, kita juga bicara dalam konteks otda yang lebih terbatas. Tapi, setelah reformasi. Otonomi lebih diperluas. Punya sejarah tersendiri," kata JK dalam acara peluncuran i-OTDA di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa 26 April 2016.

Ia mengatakan, prinsip pokok yang perlu diketahui, politik dan pemerintahan selalu sejalan. Pada zaman Orde Baru, politik otoriter dan pemerintahannya sentralistik. Saat reformasi, politiknya lebih demokratis, maka pemerintahannya lebih otonom.

Usulan 222 Daerah Otonomi Baru Ditolak, Madura Ikut Gagal

"Karena, pemerintahan yang bersifat lebih otonom bisa menciptakan suatu demokrasi dari bawah. Sedangkan saat otoriter, semua dari atas. Otomatis pemerintahannya sentralistik. Itu hukum yang terjadi di mana pun," kata JK.

Menurut Wapres, awal otda diperluas pada 1998 dimulai dengan TAP MPR Nomor 15 Tahun 1998. Setelah jatuhnya Presiden Soeharto, keinginan sidang MPR hanya satu yaitu bagaimana mempercepat pemilu.

DPD: Soal Pembentukan DOB, Pemerintah Konservatif

"Namun, dalam beberapa pembicaraan itu tentu lebih demokratis. Saya sebagai ketua forum utusan daerah mengatakan Anda semua di Jakarta ingin mempercepat pemilu, kami di daerah ingin percepat otda. Jadi, pembicaraannya terbagi dua tentang pemilu dan otda," kata JK.

Ia melanjutkan, saat itu, Jenderal Widodo bertanya apakah utusan daerah memiliki konsep otda. Padahal, saat itu belum ada konsepnya. Ia pun diminta memaparkan konsepnya keesokan harinya.

"Saya konsultasi dengan dua orang saja. Bagaimana konsep pemerintahan dan keuangan di otda. Pagi saya masukkan konsepnya. Setelah banyak perubahan, jadilah TAP Nomor 15 Tahun 1998 yang menurun menjadi undang-undang (UU). Karena, waktu itu apa pun UU harus ada cantolannya," kata JK.

Konsepnya saat itu lebih pada otonomi provinsi. Tapi, dengan berbagai pertimbangan, otonomi menjadi double dan turun ke tingkat dua. Hal itu sempat membingungkan. Tapi, dinamika dan perubahan tersebut yang akhirnya dihadapi dewasa ini.

"Otda adalah suatu keharusan sejalan dengan perubahan mendasar sistem perpolitikan kita dari sentralistik ke desentralistik atau otonom. Itu arah perjalanan kita semua, pemerintahan ini yang kita harus pahami dan jalankan," kata JK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya