VIVAnews - Keunggulan pasangan calon presiden dan wakil presiden, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, dalam berbagai hitung cepat menandai era baru politik Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak lagi memilih pemimpin berdasarkan kesukuan, agama, asal daerah, jender dan permintaan elit organisasi massa.
"Politik primordial atau politik aliran telah mati dan yang membunuh adalah masyarakat pemilih itu sendiri," ujar Saiful Mujani, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, dalam jumpa pers di kantor LSI, Jalan Lembang Terusan D57, Menteng, Jakarta, Kamis 9 Juli 2009.
Berdasarkan penelitian (exit poll) yang dilakukan pada 8 Juli kemarin, hari pemungutan suara, LSI menemukan bahwa 1.948 pemilih yang berhasil diwawancarai tatap muka yang telah memberikan suaranya di TPS memilih kandidat presiden dan wakil presidennya karena pertimbangan perbaikan kondisi ekonomi, bukannya pertimbangan latar belakang primordial seperti suku, agama, asal daerah, jender, atau permintaan para elit ormas. Hal ini, menurut Saiful, membuka pengetahuan baru, bahwa prilaku pemilih di Indonesia telah lebih rasional dalam membuat keputusan politik untuk memilih pemimpin.
Dalam exit poll yang dilakukan kemarin, LSI menggunakan metodologi sebagai berikut: Populasi adalah semua pemilih yang memberikan suara di TPS (nasional). Ditetapkan 2.116 TPS, dipilih secara random dari populasi TPS tersebut (proporsional). Sampel dipilih secara random, satu responden untuk satu TPS. Dari 2.116 tersebut, ternyata LSI hanya berhasil mewawancarai 1.948 orang sebagai sampel responden. Wawancara tatap muka dilakukan pada jam 9 pagi waktu setempat kepada pemilih yang baru saja keluar dari TPS. Margin of error adalah +/- 2,8 persen, dengan tingkat
kepercayaan 95 persen.
Hasilnya, LSI menemukan satu petunjuk menarik bahwa pilihan masyarakat terhadap capres-cawapres tidak terpengaruh oleh pernyataan elit ormas Islam yang menjadi afiliasinya. Data menunjukkan SBY-Boediono mendapat dukungan mayoritas pemilih yang mengaku sebagai warga NU (64 persen) maupun Muhammadiyah (58 persen). Sedangkan Mega-Prabowo mendapat dukungan mayoritas kedua dari warga NU (26 persen) dan Muhammadiyah (24 persen). Adapun JK-Wiranto, mendapat dukungan paling minimal dari warga NU (10 persen) dan Muhammadiyah (18 persen).
Menurut Saiful, fakta ini menunjukkan kesenjangan antara elit NU dan Muhammadiyah dengan massa di bawahnya. Seperti yang tampak dalam pernyataan-pernyataan para elit kedua ormas tersebut di media, lanjut Saiful, JK mendapat dukungan dari para elit NU (misal: Hasyim Muzadi) dan Muhammadiyah (misal: Buya Syafii Maarif). Namun pada kenyataannya, JK-Wiranto justru mendapat dukungan minoritas, justru SBY-Boediono yang mendapat dukungan mayoritas.
"Ini seperti ada kesenjangan antara elit ormas tersebut terhadap massa di bawahnya. Untuk urusan politik, pernyataan para elit ormas itu ternyata tidak didengar oleh para massanya," kata Saiful.
Pemberitaan yang gencar di media massa, apakah itu bernada positif atau negati, Saiful mengatakan tak mempengaruhi dukungan masyarakat yang tinggi terhadap SBY Boediono. Data menunjukkan pemilih yang mengakses berita melalui TV ternyata memilih SBY-Boediono sebesar 63 persen, Mega-Prabowo 24 persen, dan JK-Wiranto 13 persen. Sementara pemilih yang mengaku lebih banyak mengakses media cetak ternyata memilih SBY-Boediono 62 persen, Mega-Prabowo 25 persen, dan JK-Wiranto 12 persen.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat bisa memilah dan memilih mana dari berita-berita tersebut yang merupakan opini, dan mana yang fakta. Mana yang pelintiran dan mana yang benaran," kata Saiful.
Jadi, kata pemegang gelar doktor ilmu politik dari Ohio State University, Amerika Serikat, itu jelas para elit yang menjual isu primordial atau aliran dalam kampanye politik itu sudah salah kaprah. Karena, hasil exit poll jelas menunjukkan bahwa masyarakat sama sekali tidak akan membeli isu politik primordial atau aliran semacam itu. "Masyarakat sudah cerdas. Jadi percuma saja itu para elit kalau masih mengandalkan jualan politik primordial, karena pasti enggak bakal dibeli sama masyarakat," kata Saiful. Dengan kata lain, politik primordial telah jadi sejarah.
arfi.bambani@vivanews.com
· Menurut penghitungan quick count SBY-Boediono menang 60 persen. Benarkah?Dapatkan SMS data suara Pilpres 2009 dari tabulasi resmi KPU. Updated 2 kali per hari hingga pengumuman pada 27 Juli 2009. Ketik REG
· Untuk mengenang kepergian Michael Jackson, aktifkan RBT Michael Jackson sekarang juga DI SINI
VIVA.co.id
19 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
BYD hadir di Indonesia sejak Februari 2024, namun sampai saat ini mobil listrik yang mereka jual belum pernah terlihat di jalan raya. BYD Atto 3, Seal, dan Dolphin
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Mulai dari set YOASOBI dan LE SSERAFIM hingga perpaduan kekuatan bintang berkat 88rising Futures, berikut daftar musisi Asia di Coachella 2024 yang mengguncang panggung!!
Sirajudin Machmud, suami dari penyanyi dangdut terkenal Zaskia Gotik, baru-baru ini hadir sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi pembangunan gereja Kingmi Mile 32
Selengkapnya
Isu Terkini